Wednesday, December 02, 2015

Faktor Kepentingan Suriah Menjalin Hubungan Diplomatik Baru Dengan Lebanon



Faktor Kepentingan Suriah Menjalin Hubungan
Diplomatik Baru Dengan Lebanon
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Suriah merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang mulai diperhitungkan keberadaannya pada era pasca Perang Teluk. Hal ini bukan tidak mungkin karena ada anggapan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak akan pernah tercapai tanpa campur tangan Suriah. Jika dilihat ke belakang Suriah dahulu merupakan negara yang mempunyai banyak wialayah yang mengcakup seluruh negara yang berada di Imur Mediterania antara lain : Yordania, Lebanon, Israel, dan provinsi Turki Hatay  tetapi akibat imperialis Eropa menyebabkan Suriah kehilangan wilayahnya Yordania dan Israel dipisahkan dengan berada di bawah mandat Inggris. Lebanon diambil untuk melindungi mirotas kristennya dan Hatay dikembalikan kepada Turki demi pertimbangan politik untuk Prancis.[1]
            Prancis dengan politik devide et imperanya berhasil membagi suriah sendiri menjadi empat wilayah antara lain : Demascus, Lebanon Raya, Allepo dan Lantakia. Tahun 1925 Damascus dan Allepo dikembalikan kepada suriah.[2]
            Prancis pada tanggal 28 September 1941 memberikan kemerdekaan kepada Suriah, dan diikuti dengan proklamasi kemerdekaan bagi Lebanon pada tanggal 26 November 1941. Untuk pelaksanaanya Jenderal Catroux mengangkat Seikh Taj ad-din sebagai presiden Suriah dan Alfred Naccache sebagai presiden Lebanon.[3]
            Pada tahun 1973 perang antara Arab dan Israel kembali berkecambuk yang bermula dari  perang antara Mesir dan Israel, inisiatif perang tersebut dimulai oleh Mesir yang didasarkan atas tundakan Israel menyerang Lebanon Selatan yang merupakan pusat gerilyawan Palestina. Tindakan Mesir tersebut mendapat dunkungan dari negara Arab lainnya bersama dengan Suriah, Mesir berhasil merebut benteng Israel “Lini Berlev” pada tanggal 6 Oktober 1973. Sementara Suriah sendiri perlawanan terhadap Israel tidak kalah gencarnya sehingga mampu menggagalkan setiap usaha negara tersebut untuk merebut wilayah Suriah. Tetapi pada tanggal 9-10 Oktober 1973 Israel berhasil melumpuhkan Suriah dengan membombardir Demascus tanpa ada perlawanan berarti dan Suriah kembali kehilangan sebagian lagi wilayah dataran tinggi Golan.[4]
            Berperannya Suriah dalam konflik di Lebanon diawali tahun 1976 berdasarkan mandat dari Liga Arab. Selain itu penempatan Suriah di Lebanon dimaksudkan untuk menghentikan perang saudara dan pertumpahan darah selain itu juga dimaksudkan untuk mencegah pembagian Lebanon dan intervensi asing yang akan mempersulit penyelesaikan konflik. Usaha Suriah tersebut dituangkan dalam program pembaharuan yang ditetapkan pada tanggal 14 Februari 1976 oleh presiden Suriah yang berisi bahwa tidak ada yang menang atau kalah, sistem bagi kekuasaan atas dasar agama masih dipertahankan tapi umat Islam memdapatkan bagian kekuasaan yang lebih besar walaupun kedudukan umat kristen masih lebih masih lebih baik.[5]
            Pada tahun 1980 kondisi Lebanon ditandai dengan kemunculan milisi-milisi baru bersenjata yang sebagian besar berafiliasi dengan negara lain. Hizbullah (Syiah), Partai Nasional Liberal (Maronit), Tauhid (Sunni), Murabitun (Sunni, Tentara Pembesan Palestina (PLO), gerakan nasional (Nasseris) dan jiad Islam (syiah). Hizbullah, Tauhid, dan Jihad islam mempunyai hubungan erat dengan Iran sedangkan PLO dan gerakana naasional mendapat dukungan dari Suriah dan Partai Nasional Liberal mendapat dukungan dari Israel.[6] Hal ini dibuktikan bahwa semakin tajamnya fragmentasi dari berbagai pihak, Islam, Kristen, Palestuna dalam konflik di Lebanon. Tiga milisi pro Iran yaitu Hizbullah, Tauhid, dan Juhad Islam menghendaki negara Islam modern Iran di Lebanon, sedangkan NPL dan SLA (South Lebanon Army) menghendaki lebanon berkerjasama dengan israel.
            Melihat perkembangab perang saudara di Lebanon tersebut sebagai kesempatan untuk mengembalikan Lebanon kedapa Suriah, sesuai keingingan Suriah untuk mewudukan Suriah Raya seperti keinginan presiden Suriah Hafiz Al-Ashad. Karena sebenarnya suriah tidak menyetujui pembentukan negara lebanon yang berdiri sendiri. Suriah beranggapan bahwa lebanon merupakan ciptaan politik kolonial prancis bahwa sebelum prancis masuk suriah pada abad ke XIX  lebanon, turki, yordania, israel, dan provinsi hatay di turki merupakan bagian dari wilayah suriah.[7] Maka dapat dikatakan bahwa lebanon merupakan bagian ari suriah. Hal tersebut menjadi salah satu sebab suriah tidak menginginkan kemenangan pada konflik di lebanon, karena suriah menginginkan berdirinya pemerintahan di beirut dibawah kekusaan damascus. Hal inilah yang menyebabkan suriah tidak pernah membuka hubungan diplomatik resmi dari lebanon dan antara suriah dan lebanon tidak ada perwakilan kedutaan. Hubungan suriah dan lebanon putus diakibatkan pembunuhan perdana menteri Rafiq Hariri di beirut pada 2005, libanon menuduh suriah mendalangi pembunuhan itu dan suriah akhirnya menarik pulang pasukannya.
            Keinginan suriah mewujudkan suriah raya dengan menjadikan lebanon masuk dalam wilayah suriah dengan tidak membuka hubungan diplomatik dengan lebanon dan putusnya hubungan suriah-lebanon akibat lebanon menuduh suriah terlibat dalam pembunuhan mantan perdana menteri lebanon Rafiq Hariri menunjukkan sikap politk luar negeri suriah terhadap lebanon.
            Perubahan politik luar negeri suriah terhadap lebanon pada tanggal 15 Oktober 2008 dengan membuka hubungan diplokmatik dengan lebanon berdasarkan surat keputuhan presiden suriah Bashar al-Assad untuk memuluskan jalan bagi pembukaan hubungan diplomatik penuh dengan lebanon. Keputusan ini menegaskan pembentukan hubungan diplomatik antara Republik Arab Suriah dan Republik Lebanon serta pembentukan misi diplomatik pada tingkat duta besar di ibu kota lebanon, beirut.
            Pembukaan hubungan diplomatik suriah dan libanon di lakukan setalah pertemuan kedua presiden yang menyepakati sejumlah hal, antara lain. Pembahasan ulang garis perbatasan wialayah libanon dan suriah, pembukaan kedutaan besar, serta kerjasama militer. Pernyataan ini menegaskan kembali keinginan kedua belah pihak untuk menegaskan dan mengkonsildasikan hubungan dengan dasar saling menghormati kedaulatan dan kemerdekaan masing-masing dan memelihara hubungan persaudaraan kedua negara yang bersahabat untuk merespon aspirasi rakyat kedua negara.[8]

B.     Pokok Permasalahan
            Dari pemaparan latar belakang di atas, dapat diambil suatu pokok permasalahan yaitu : Apa faktor kepentingan suriah menjalin hubungan diplomatik baru dengan lebanon ?
C.     Kerangka Pemikiran
            Kerangka berfikir merupakan bagian yang terdiri dari uraian yang menjelaskan variable-variable dan hubungan-hubungan antar variabel berdasarkan konsep definisi tertentu. Teori adalah suatu bentuk pernyataan yang menjawab pertanyaan mengapa fenome itu terjadi.[9] Konsep adalah abrtaksi yang mewakili abjek atau fenomena.[10]
            Berangkat dari uraian diatas, kerangka dasar teorik yang akan dipergunakan dalam permasalahan ini adalah teori kepentingan nasional, konsep nasional power dan spheres of inflience.

1.      Teori Kepentingan Nasional
            Kepentingan nasional merupakan tujuan dari dilaksanakannya politik luar negeri sebuah negara. Tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri.[11] Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat vital bagi sebuah negara. Unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan militer, dankesejahteraan ekonomi. Manakala sebuah negara mendasarkan politik luar negeri sepenuhnya pada kepentingan nasional secara kukuh dengan sedikit atau tidak hirau sama sekali terhadap prinsip-prinsip moral universal, maka negara tersebut dapat diungkapkan sebagai kebijksanaan realistis, berlawanan dengan kebijaksanaan idealis yang memperhatikan prinsip moral internasional.
 Masing-masing negara di dalam sistem internasional kontemporer saling berinteraksi sejalan dengan upaya mengembangkan kebijaksanaan luar negeri serta menyelenggarakan tindakan diplomatik dalam rangka menjangkau kepentingan nasional yang telah ditetapkan secara subyektif. Manakala kepentingan di antara mereka berlangsung harmonis, maka negara tersebut kerapkali bertindak menaggulangi permasalahan yang dihadapi bersama; namun pada saat terjadi pertentangan kepentingankepentingan, maka persaingan, permusuhan, ketegangan, kekhawatiran, serta pada akhirnya perang dapat terjadi. Meski para pembuat keputusan harus berhubungan dengan berbagai variabel di dalam lingkungan internasional, tetapi konsep kepentingan nasional biasanya tetap merupakan faktor yang paling ajeg (konstan) serta berfungsi sebagai tonggak petunjuk arah bagi para pembuat keputusan dalam proses pembuatan kebijaksanaan luar negeri.[12]
Morgenthau menyatakan bahwa tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai “kepentingan nasional,” yang berbeda dengan kepentingan yang “sub-nasional” dan “supra-nasional.”[13]Menurut Morgenthau negarawan-negarawan yang paling berhasil dalam sejarah adalah mereka yang berusaha memelihara “kepentingan nasional,” yang didefinisikan sebagai “penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga berbagai kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara-bangsa.”
Negara-negara dalam sistem internasional kontemporer saling berinteraksi sejalan dengan upaya mengembangkan kebijaksanaan luar negeri serta menyelenggarakan tindakan diplomatik dalam rangka menjangkau kepentingan nasional yang telah ditetapkan secara subjektif.
Kepentingan nasional merupakan faktor dan tujuan yng paling mendasar bagi para pembuat keputusan suatu negara dalam merumuskan politik luar negeri untuk kepentingan negara tersebut melakukan hubungan dengan negara lain. Kepentingan nasional suatu negara adalah merupakan dasar untuk mengukur keberhasilan politik luar negerinya dan tujuan politik luar negeri untuk mewujudkan cita-cita nasional serta memenuhi kebutuhan utama suatu negara.
Politik luar negeri merupakan sikap dan komitmen suatu negara terhadap lingkungan eksternal, strategi dasar untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang harus dicapai di luar batas wilayahnya. Politik luar negeri adalah sebagai pengejawantahan kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain.
Politik luar negeri suatu negara juga merupakan langkah nyata guna mencapai, mempertahankan dan melindungi kepentingan nasional negara tersebut. Strategi dan serangkaian kegiatan yang terencana dan dikembangkan oleh para pembuat keputusan suatu negara terhadap negara lain atau terhadap entitas internasional yang ditujukan untuk meraih tujuan spesifik yang berdefinisi intern bagi kepentingan nasionalnya adalah dengan politik luar negeri dari negara yang bersangkutan. Dengan demikian tujuan politik luar negeri setiap negara pasti berbeda satu sama lain, tetapi pada umumnya berkisar pada beberapa hal, seperti misalnya perlindungan diri, kemerdekaan, integritas wilayah, keamanan militer dan ekonomi.
Hubungan Suriah dan Lebanon dalam perspektif kepentingan nasional terkait hubungan diplomatik yang akan berlangsung antara Suriah dengan Lebanon. Keinginan Suriah untuk melakukan hubungan diplomatik dengan Lebanon dengan mendirikan kantor perwakilan Suriah di Beirut dilatar belakangi kepentingan nasionalnya yaitu, integritas wilayah, keamanan militer dan ekonomi.
Integritas wilayah Suriah yaitu dalam upaya menyelesaikan batasbatas wilayah perbatasan antara kedua negara. Dari sisi keamanan militer hubungan kedua negara mempunyai tujuan sama sebagaimana dinyatakan dalam pertemuan itu membahas kerjasama militer antara Suriah dan Lebanon dan kerjasama dalam bidang intelejen. Suriah dan Lebanon sepakat bahwa Israel adalah musuh bersama mereka dan sedang merancang konspirasi di wilayah Suriah maupun Lebanon. Untuk itu, dalam pernyataan bersama antara Presiden Lebanon dan panglima militer uriah disebutkan bahwa militer kedua negara akan bekerjasama untuk melawan skenario jahat Israel. Kerjasama saling tukar menukar informasi intelejen juga akan dijalin untuk melawan aksi-aksi terorisme, mencegah penyelundupan di perbatasan kedua negara dan meningkatkan upaya pencarian puluhan tentara Lebanon yang tidak diketahui nasibnya pada masa perang antara pasukan Suriah dan Lebanon tahun 1990-an.[14]
Dari sisi sosio ekonomi menurut Robert Olson bahwa antara Suriah dan Lebanon ada semacam komplementaritas di sektor perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja Suriah yang cukup besar dalam industrialisasi di Lebanon. Setelah meletus perang saudara di Lebanon maka tenaga kerja Suriah tersebut kembali ke Suriah dan menjadi prajurit. Selain itu perang saudara di Lebanon tersebut juga berampak pada sektor perdagangan kedua negara khususnya perdagangan dari Suriah ke Lebanon. Selain itu keterlibatan Suriah dengan konflik di Lebanon juga dimaksudkan untuk melindungi uang dan investasi para pemilik modal Suriah di Lebanon.
Suriah dan Libanon memulai babak baru dengan membuka kembali hubungan diplomatik setelah terputus selama hampir 60 tahun. Suriah-Libanon sepakat untuk menyambung kembali tali silahturahmi setelah pertemuan antara Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Presiden Libanon Michel Suleiman beserta penasehatnya untuk bidang politik Bussaina Shaaban, di Damaskus. Kerjasama tersebut sementara diforkuskan pada kerjasama militer antara kedua negara.[15]
Kedua presiden memutuskan untuk membangun hubungan diplomasi dengan mengirimkan duta-duta besarnya, berdasarkan perjanjian PBB dan hukum internasional. Presiden Assad dan Presiden Suleiman, selanjutnya menginstruksikan kementerian luar negeri masing-masing untuk mengambil langkah yang dianggap perlu terkait dengan hukum yang berlaku di kedua negara dan pokok-pokok kerjasama meliputi pembahasan ulang garis perbatasan wilayah Libanon dan Suriah, pembukaan kedutaan besar, serta kerjasama militer. Pembahasan tapal batas kedua negara dilakukan karena selama ini tidak pernah sekali pun secara resmi diputuskan tapal batas kedua negara. Batas tidak jelas kedua negara hanya berdasarkan peta, yang dibuat Prancis ketika Suriah dan Libanon masih merupakan mandat Prancis. Namun batasan peta itu tidaklah tegas. Pada peta yang dikeluarkan tahun 1932, tanah pertanian kosong Shebaa masuk wilayah Libanon. Namun setelah kemerdekaan Suriah pada 1946, peternakan itu menjadi wilayah Suriah. Sejak Perang Enam Hari tahun 1967, wilayah pertanian itu diduduki Israel dan merupakan bagian Dataran Tinggi Golan.

2.      National Power
                    Hans J. Morgenthau mendefinisikan power sebagai suatu hubungan antara dua aktor politik di mana aktor A memiliki kemampuan untuk mengedalikan pikiran dan tidakan aktor B.[16]  Power politik mencakup hubungan psikologis antara elite yang menyelenggarakan kekuasaan serta mereka yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh elite. Power biasa terdiri dari apa saja yang menciptakan dan mempertahankan pengendalian seseorang atas orang lain (dan itu) meliputi semua hubungan sosial yang mendukung tujuan (pengendalian) itu, mulai dari kekerasan fisik sampai ke hubungan psikologi yang paling halus yang dipakai oleh pikiran seseorang untuk mengendalikan pikiran orang lain.[17]




Politik bagi Morgenthau adalah struggle for power, yaitu perjuangan memperoleh kekuasaan. Kekuaaan (power) merupakan kemampuanmenggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itumenguntungkan dirinya, kelompoknya, dan masyarakat umum.[18] Oleh karena itu oligarki Rusia menyadari pentingnya meningkatkan peran politiknya di Rusia melalui penguasaan ekonomi yang dimilikinya. Seseorang mempunyai kekuasaan potensial, bila ia memiliki sumbersumber kekuasaan yaitu kekayaan, senjata, status sosial dsb. Seseorang dibilang mempunyai kekuasaan aktual, apabila ia telah menggunakan sumber-sumber tadi kedalam kegiatan politik.[19]
Sebuah negara dikatakan mempunyai national power apabila memiliki lebih dari jumlah total populasi, bahan mentah, dan faktor-faktor kuantitatif. Potensi gabungan dari sebuah Negara, kesetianegaraan, fleksibilitas institusi-institusinya, bagaimana institusi tersebut beroperasi, kapasitas untuk menutupi kelemahannya: adalah beberapa dari unsur kuantitatif yang menentukan total kekuatan suatu Negara. Banyak aspek yang mempangaruhi dan berkontribusi dalam meningkatkan national power suatu negara. Bisa dikatakan bahwa national power adalah kemampuan yang dimiliki oleh suatu Negara atas segala sesuatu yang dimilikinya. Lebih dari aspek fisik seperti geografis dan populasi, unsurunsur national power juga meliputi hal-hal yang tidak nyata, berupa kepiawaian bernegosiasi dan lain sebagainya. 
Sebuah negara dikatakan mempunyai national power apabila memiliki lebih dari jumlah total populasi, bahan mentah, dan faktor-faktor kuantitatif. Potensi gabungan dari sebuah Negara, kesetianegaraan, fleksibilitas institusi-institusinya, bagaimana institusi tersebut beroperasi, kapasitas untuk menutupi kelemahannya: adalah beberapa dari unsur kuantitatif yang menentukan total kekuatan suatu Negara. Banyak aspek yang mempangaruhi dan berkontribusi dalam meningkatkan national power suatu negara. Bisa dikatakan bahwa national power adalah kemampuan yang dimiliki oleh suatu Negara atas segala sesuatu yang dimilikinya. Lebih dari aspek fisik seperti geografis dan populasi, unsurunsur national power juga meliputi hal-hal yang tidak nyata, berupa kepiawaian bernegosiasi dan lain sebagainya.
Ada beberapa faktor berkontribusi bagi pondasi national power. Faktor-faktor tersebut geografi, SDA, Populasi, teknologi, elemen ideologi, kepemimpinan, kesiapan militer dan diplomasi. Dalam penelitian ini dibatasi pada geografi, sumber daya alam, populasi dan kesiapan militer dan diplomasi.
1.      Geografi
Geografi memainkan peranan dalam menentukan power seorang aktor. Walaupun pentingnya geografi masih menjadi perdebatan geografi bahkan hampir sangant relevan dalam menentukan potensi kekuatan negara aktor.
2.      Sumber Daya Alam
Ada 4 tingkatan yang kerikat dengan hal ini, yaitu kepemilikan, eksploitasi, kontrol dan pengginaan. Seorang aktor yang memiliki kuantitas SDA yang banyak berada dalam posisi yang potensial dibandingkan dengan aktor lain yang memiliki kuantitas yang lebih sedikit. Namun sang aktor juga harus dapat mengeksploitasi SDAnya, karena kuantitas SDA yang melimpah tidak akan ada gunanya jika tidak dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada.
3.      Populasi
Populasi adalah satu faktor terpenting dalam power. Disini populasi bukan dalam jumlah saja namun juga dari pendidikan dan keterampilan dari populasi tersebut. Peran populasi adalah menaikkan atau menurunkan kekuatan seorang aktor. Peranan ini tidak dapat dipisahkan dari parameter kekuatan lainnya seperti organisasi, kepemimpinan dan dasar industrial.

4.      Kesiapan Militer
Kemampuan militer diperlukan sekali bagi potensi power negara. Bahkan dalam kenyataan, beberapa analisisyang menganalisa peranan power dalam hubungan internasional, beranggapan bahwa kemampuan militer adalah satu-satunya faktor yang nyata dari power seorang aktor. Secara kuantitatif maupun kualitatif, peranan militer ini sangat dibutuhkan sebagai sebuah elemen negara. Sebaik apa kemampuan militer untuk mempertahankan negara ? seberapa baik militer seorang aktor mempersiapkan diri sebelum perang dan selama perang perdamaian ? semua akan memberikan pengaruh bagi negara tersebut sebagai aktor. Negara yang pasukan militernya menang dala perang, maka akan dikenal sebagai negara dengan kemampuan militer yang kuat, dan dikenal sebagai negara yang kuat.

5.      Diplomasi
Diplomasi dalam natoinal power sangan ditentukan oleh kualitas diplomasi yang diikuti oleh negara. Mogenthau berpendapat bahwa kualitas diplomasi sebuah negara memberikan arah dan bobot kepada elemen-elemen national power yang lainnya. Diplomasi yang baik dapat membawa berbagai elemen dari national power untuk menghasilkan efek meaksimim diatas poin-poin dalam situasi internasional yang berhubungan  langsung dengan kepentingan internasional.[20]

            Dalam kpnteks ini suriah sebagai negara dengan letak geografi yang luas yaitu 185.180 km2 dan populasi penduduk 2.584 juta jiwa dan sumber daya alam yang melimpah maka suriah ingin mengamankan sumber daya alam tersebut dengan meningkatkan keamanan dan integritas persenjataan yang cukuo memadai tetapi suriah pernah kalah dalam perang melawan israel. Untuk mewujudkan kebijakan dasar politik luar negeri suriah yang menganut paham nasionalisme progresif, anti imperialisme dan zionisme, yang diabdikan untuk kepentingan kebangkitan kembali bangsa suriah pada khususnya dan bangsa-bangsa arab pada umumnya. Politik luar negeri suriah juga diarahkan untuk mencapai cita-cita menuju masyarakat modern yang menganut ajaran sosialis, bebas dari penguasaan penjajah/israel yang oelh karena itu terutama dataran tinggi golan ( wilayah suriah yang diduduki israel sejak 1967) harus dikembalikan melalui penyelesaian secara damai.
            Dengan menjalin hubungan diplomatik dengan lebanon maka dapat meningkatkan nasional power suriah dengan menjadikan lebanon sebagai buffer state karena lebanon berbatasan langsung dengan israel dan adanya kelompok-kelompok perlawanan yang pro suriah yang dapat membantu suriah melancarkan serangan-serangan yang berdomisili di lebanon selatan yang berbatasan langsung dengan israel.

3.      Sphere of influence ( pengaruh wilayah)
Pengaruh wilayah, adalah istilah yang sebelumnya diterapkan pada area dimana suatu klaim hegemoni kekuatan luar dengan tujuan untuk kemudian mendapatkan kontrol yang lebih pasti, seperti dalam penjajahan, atau dengan tujuan mengamankan sebuah monopoli ekonomi atas wilayah tanpa asumsi kontrol politik. Sebuah lingkup pengaruh biasanya diklaim oleh bangsa imperialistik atas suatu negara terbelakang atau lemah yang berbatasan sebuah koloni yang telah ada.
Pengaruh wilayah biasanya terjadi setelah peresmian oleh sebuah perjanjian, baik antara du a negara kolonial yang setujuh untuk tidak ikut campur dalam satu wilayah lain, atau antara bangsa penjajah dan wakil dari wilayah itu. Secara teoritis, kedaulatan suatu negara tidak dirugikan oleh pembentukan sebuah wilayah pengaruh dalam perbatasan, dalam kenyataannya, didominasi kekuatan mampu melaksanakan kewenangan yang besar di wilayah ini, dan jika gangguan terjadi itu berada dalam posisi untuk memegang kendali. Jadi penciptaan lingkungan yang berpengaruh adalah sering kali pendahuluan untuk kolonisasi atau pembentukan protektorat. Istilah dalam pengertian ini tidak lagi diakui dalam hukum internasional, namun. Saat ini, digunakan oleh negara-negara yang lebih kuat di dunia untuk menunjukkan kepentingan eksklusif  atau dominasi mereka mungkin di beberapa wilayah di dunia, terutama untuk tujuan keamana nasional.[21]
Sebuah pengaruh wilayah diawali oleh peresmian suatu perjanjian, dalam hal ini suriah membuka hubungan diplomatik dengan lebanon yang diresmikan dengan sebuah perjanjian yaitu kerjasama kedua negara dan pokok-pokok kerjasama meliputi pembahasan ulang garis pembatasan wilayah libanon dan suriah, pembukaan kedutaan besar, serta kerjasama militer. Dengan membuka hubungan diplomatik suriah berusaha mempengaruho lebanin untuk bersekutu melawan skenario jahat israel.
D.     Hipotesa
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka penulis menarik hipotesa kepentingan Suriah menjalin hubungan diplomatik baru dengan Lebanon adalah untuk kepentingan ekonomi, kepentingan militer dengan menjadikan Lebanon sebagai buffer state dan integritas wilayah penyelesaian wilayah perbatasan Suriah-Lebanon.




           
           
           
           
           


[1] Harwanto Dahlan, Politik dan Pemerintahan Timur Tengah, Diklat Kuliah, UMY, 1995, hal 109.
[2] George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1992, hal 99
[3] Ibid, hlm 203-205
[4] Riza Sihbidi, Bara Timur Tengah, Penerbit Mizan, Bandung, 1993, hlm 66.
[5] Kirdi Dipoyuda, timur tengah dalam Pergoalakan, CSIS, Jakarta, 1992, hlm 163.
[6] Riza Sihbudi, op.cit, hlm 34.
7Bannerman, The Syria Arab Republic, dalam The Govern,ment and Politics, dalam ibid, hlm 78
[8] Al-arby. Setelah 60 Tahun, Suriah-Libanon Sepakat Jalin Hubungan Diplomatik, tersedia pada
http:/www.jisc.eramuslim.com. Jumat, 14/08/2015 10:46 WIB.
9Mohtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta, LP3ES, 1990,
hal 219.
10Sofyan Efendi, Unsur-unsur Pengertian Ilmiah, Jakarta, LP3ES, hal 14.
11Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, Bandung: CV Abardin, 1990,hal. 7





[12] ibid
[13] Hans J. Morgenthau, Politic Among Nations, dalam Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES, 1990, hal. 18
[14] http://www.eramuslim.com. Suriah-Lebanon Sepakat Melawan Israel, Jumat, 13/11/2015 10:20
WIB
[15]  http//:www.jisc.eramuslim.com. Setelah 60 Tahun, Suriah-Libanon Sepakat Jalin Hubungan  Diplomatik, Sabtu, 14/11/2015 10:46 WIB
[16] Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES (Jakarta: 1990) hal 117
[17] Ibid hal 117
[18] Bambang Sunaryono, Pengantar Ilmu Politik: Kekuasaan Politik, diktat kuliah, Jurusan Hubungan Internasional, Univ. Muhammadiyah Yogyakarta
[19] ibid
[20] Ibid
[21] Spheres of influence, dalam htttp://encyclopedia.com diakses 25 oktober 2015 , jam  24.00 WIB.

0 comments: