Faktor Kepentingan Suriah Menjalin
Hubungan
Diplomatik Baru Dengan Lebanon
Diplomatik Baru Dengan Lebanon
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Suriah
merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang mulai diperhitungkan
keberadaannya pada era pasca Perang Teluk. Hal ini bukan tidak mungkin karena
ada anggapan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak akan pernah tercapai tanpa
campur tangan Suriah. Jika dilihat ke belakang Suriah dahulu merupakan negara
yang mempunyai banyak wialayah yang mengcakup seluruh negara yang berada di Imur
Mediterania antara lain : Yordania, Lebanon, Israel, dan provinsi Turki
Hatay tetapi akibat imperialis Eropa
menyebabkan Suriah kehilangan wilayahnya Yordania dan Israel dipisahkan dengan
berada di bawah mandat Inggris. Lebanon diambil untuk melindungi mirotas
kristennya dan Hatay dikembalikan kepada Turki demi pertimbangan politik untuk
Prancis.[1]
Prancis dengan politik devide et
imperanya berhasil membagi suriah sendiri menjadi empat wilayah antara lain :
Demascus, Lebanon Raya, Allepo dan Lantakia. Tahun 1925 Damascus dan Allepo
dikembalikan kepada suriah.[2]
Prancis pada tanggal 28 September
1941 memberikan kemerdekaan kepada Suriah, dan diikuti dengan proklamasi
kemerdekaan bagi Lebanon pada tanggal 26 November 1941. Untuk pelaksanaanya
Jenderal Catroux mengangkat Seikh Taj ad-din sebagai presiden Suriah dan Alfred
Naccache sebagai presiden Lebanon.[3]
Pada tahun 1973 perang antara Arab
dan Israel kembali berkecambuk yang bermula dari perang antara Mesir dan Israel, inisiatif
perang tersebut dimulai oleh Mesir yang didasarkan atas tundakan Israel
menyerang Lebanon Selatan yang merupakan pusat gerilyawan Palestina. Tindakan
Mesir tersebut mendapat dunkungan dari negara Arab lainnya bersama dengan
Suriah, Mesir berhasil merebut benteng Israel “Lini Berlev” pada tanggal 6
Oktober 1973. Sementara Suriah sendiri perlawanan terhadap Israel tidak kalah
gencarnya sehingga mampu menggagalkan setiap usaha negara tersebut untuk
merebut wilayah Suriah. Tetapi pada tanggal 9-10 Oktober 1973 Israel berhasil
melumpuhkan Suriah dengan membombardir Demascus tanpa ada perlawanan berarti
dan Suriah kembali kehilangan sebagian lagi wilayah dataran tinggi Golan.[4]
Berperannya Suriah dalam konflik di
Lebanon diawali tahun 1976 berdasarkan mandat dari Liga Arab. Selain itu penempatan
Suriah di Lebanon dimaksudkan untuk menghentikan perang saudara dan pertumpahan
darah selain itu juga dimaksudkan untuk mencegah pembagian Lebanon dan
intervensi asing yang akan mempersulit penyelesaikan konflik. Usaha Suriah
tersebut dituangkan dalam program pembaharuan yang ditetapkan pada tanggal 14
Februari 1976 oleh presiden Suriah yang berisi bahwa tidak ada yang menang atau
kalah, sistem bagi kekuasaan atas dasar agama masih dipertahankan tapi umat
Islam memdapatkan bagian kekuasaan yang lebih besar walaupun kedudukan umat
kristen masih lebih masih lebih baik.[5]
Pada tahun 1980 kondisi Lebanon
ditandai dengan kemunculan milisi-milisi baru bersenjata yang sebagian besar
berafiliasi dengan negara lain. Hizbullah (Syiah), Partai Nasional Liberal (Maronit),
Tauhid (Sunni), Murabitun (Sunni, Tentara Pembesan Palestina (PLO), gerakan
nasional (Nasseris) dan jiad Islam (syiah). Hizbullah, Tauhid, dan Jihad islam
mempunyai hubungan erat dengan Iran sedangkan PLO dan gerakana naasional
mendapat dukungan dari Suriah dan Partai Nasional Liberal mendapat dukungan
dari Israel.[6]
Hal ini dibuktikan bahwa semakin tajamnya fragmentasi dari berbagai pihak,
Islam, Kristen, Palestuna dalam konflik di Lebanon. Tiga milisi pro Iran yaitu
Hizbullah, Tauhid, dan Juhad Islam menghendaki negara Islam modern Iran di
Lebanon, sedangkan NPL dan SLA (South
Lebanon Army) menghendaki lebanon berkerjasama dengan israel.
Melihat perkembangab perang saudara
di Lebanon tersebut sebagai kesempatan untuk mengembalikan Lebanon kedapa
Suriah, sesuai keingingan Suriah untuk mewudukan Suriah Raya seperti keinginan
presiden Suriah Hafiz Al-Ashad. Karena sebenarnya suriah tidak menyetujui
pembentukan negara lebanon yang berdiri sendiri. Suriah beranggapan bahwa
lebanon merupakan ciptaan politik kolonial prancis bahwa sebelum prancis masuk
suriah pada abad ke XIX lebanon, turki,
yordania, israel, dan provinsi hatay di turki merupakan bagian dari wilayah
suriah.[7]
Maka dapat dikatakan bahwa lebanon merupakan bagian ari suriah. Hal tersebut menjadi
salah satu sebab suriah tidak menginginkan kemenangan pada konflik di lebanon,
karena suriah menginginkan berdirinya pemerintahan di beirut dibawah kekusaan
damascus. Hal inilah yang menyebabkan suriah tidak pernah membuka hubungan
diplomatik resmi dari lebanon dan antara suriah dan lebanon tidak ada
perwakilan kedutaan. Hubungan suriah dan lebanon putus diakibatkan pembunuhan
perdana menteri Rafiq Hariri di beirut pada 2005, libanon menuduh suriah
mendalangi pembunuhan itu dan suriah akhirnya menarik pulang pasukannya.
Keinginan suriah mewujudkan suriah
raya dengan menjadikan lebanon masuk dalam wilayah suriah dengan tidak membuka
hubungan diplomatik dengan lebanon dan putusnya hubungan suriah-lebanon akibat
lebanon menuduh suriah terlibat dalam pembunuhan mantan perdana menteri lebanon
Rafiq Hariri menunjukkan sikap politk luar negeri suriah terhadap lebanon.
Perubahan politik luar negeri suriah
terhadap lebanon pada tanggal 15 Oktober 2008 dengan membuka hubungan
diplokmatik dengan lebanon berdasarkan surat keputuhan presiden suriah Bashar
al-Assad untuk memuluskan jalan bagi pembukaan hubungan diplomatik penuh dengan
lebanon. Keputusan ini menegaskan pembentukan hubungan diplomatik antara
Republik Arab Suriah dan Republik Lebanon serta pembentukan misi diplomatik
pada tingkat duta besar di ibu kota lebanon, beirut.
Pembukaan hubungan diplomatik suriah
dan libanon di lakukan setalah pertemuan kedua presiden yang menyepakati
sejumlah hal, antara lain. Pembahasan ulang garis perbatasan wialayah libanon
dan suriah, pembukaan kedutaan besar, serta kerjasama militer. Pernyataan ini
menegaskan kembali keinginan kedua belah pihak untuk menegaskan dan
mengkonsildasikan hubungan dengan dasar saling menghormati kedaulatan dan
kemerdekaan masing-masing dan memelihara hubungan persaudaraan kedua negara
yang bersahabat untuk merespon aspirasi rakyat kedua negara.[8]
B.
Pokok
Permasalahan
Dari
pemaparan latar belakang di atas, dapat diambil suatu pokok permasalahan yaitu
: Apa faktor kepentingan suriah menjalin hubungan diplomatik baru dengan
lebanon ?
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka
berfikir merupakan bagian yang terdiri dari uraian yang menjelaskan
variable-variable dan hubungan-hubungan antar variabel berdasarkan konsep
definisi tertentu. Teori adalah suatu bentuk pernyataan yang menjawab
pertanyaan mengapa fenome itu terjadi.[9]
Konsep adalah abrtaksi yang mewakili abjek atau fenomena.[10]
Berangkat dari uraian diatas,
kerangka dasar teorik yang akan dipergunakan dalam permasalahan ini adalah
teori kepentingan nasional, konsep nasional power dan spheres of inflience.
1.
Teori Kepentingan Nasional
Kepentingan
nasional merupakan tujuan dari dilaksanakannya politik luar negeri sebuah
negara. Tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang memandu para
pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri.[11] Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum
tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat vital bagi sebuah negara.
Unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan,
keutuhan wilayah, keamanan militer, dankesejahteraan ekonomi. Manakala sebuah
negara mendasarkan politik luar negeri sepenuhnya pada kepentingan nasional
secara kukuh dengan sedikit atau tidak hirau sama sekali terhadap
prinsip-prinsip moral universal, maka negara tersebut dapat diungkapkan sebagai
kebijksanaan realistis, berlawanan dengan kebijaksanaan idealis yang
memperhatikan prinsip moral internasional.
Masing-masing negara di dalam sistem
internasional kontemporer saling berinteraksi sejalan dengan upaya
mengembangkan kebijaksanaan luar negeri serta menyelenggarakan tindakan
diplomatik dalam rangka menjangkau kepentingan nasional yang telah ditetapkan
secara subyektif. Manakala kepentingan di antara mereka berlangsung harmonis,
maka negara tersebut kerapkali bertindak menaggulangi permasalahan yang
dihadapi bersama; namun pada saat terjadi pertentangan kepentingankepentingan,
maka persaingan, permusuhan, ketegangan, kekhawatiran, serta pada akhirnya
perang dapat terjadi. Meski para pembuat keputusan harus berhubungan dengan
berbagai variabel di dalam lingkungan internasional, tetapi konsep kepentingan
nasional biasanya tetap merupakan faktor yang paling ajeg (konstan) serta
berfungsi sebagai tonggak petunjuk arah bagi para pembuat keputusan dalam
proses pembuatan kebijaksanaan luar negeri.[12]
Morgenthau
menyatakan bahwa tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai
“kepentingan nasional,” yang berbeda dengan kepentingan yang “sub-nasional” dan
“supra-nasional.”[13]Menurut
Morgenthau negarawan-negarawan yang paling berhasil dalam sejarah adalah mereka
yang berusaha memelihara “kepentingan nasional,” yang didefinisikan sebagai
“penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga berbagai kepentingan yang
dianggap paling vital bagi kelestarian negara-bangsa.”
Negara-negara
dalam sistem internasional kontemporer saling berinteraksi sejalan dengan upaya
mengembangkan kebijaksanaan luar negeri serta menyelenggarakan tindakan
diplomatik dalam rangka menjangkau kepentingan nasional yang telah ditetapkan
secara subjektif.
Kepentingan
nasional merupakan faktor dan tujuan yng paling mendasar bagi para pembuat
keputusan suatu negara dalam merumuskan politik luar negeri untuk kepentingan
negara tersebut melakukan hubungan dengan negara lain. Kepentingan nasional
suatu negara adalah merupakan dasar untuk mengukur keberhasilan politik luar
negerinya dan tujuan politik luar negeri untuk mewujudkan cita-cita nasional
serta memenuhi kebutuhan utama suatu negara.
Politik
luar negeri merupakan sikap dan komitmen suatu negara terhadap lingkungan
eksternal, strategi dasar untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang harus
dicapai di luar batas wilayahnya. Politik luar negeri adalah sebagai
pengejawantahan kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain.
Politik
luar negeri suatu negara juga merupakan langkah nyata guna mencapai,
mempertahankan dan melindungi kepentingan nasional negara tersebut. Strategi
dan serangkaian kegiatan yang terencana dan dikembangkan oleh para pembuat
keputusan suatu negara terhadap negara lain atau terhadap entitas internasional
yang ditujukan untuk meraih tujuan spesifik yang berdefinisi intern bagi
kepentingan nasionalnya adalah dengan politik luar negeri dari negara yang
bersangkutan. Dengan demikian tujuan politik luar negeri setiap negara pasti
berbeda satu sama lain, tetapi pada umumnya berkisar pada beberapa hal, seperti
misalnya perlindungan diri, kemerdekaan, integritas wilayah, keamanan militer
dan ekonomi.
Hubungan
Suriah dan Lebanon dalam perspektif kepentingan nasional terkait hubungan
diplomatik yang akan berlangsung antara Suriah dengan Lebanon. Keinginan Suriah
untuk melakukan hubungan diplomatik dengan Lebanon dengan mendirikan kantor
perwakilan Suriah di Beirut dilatar belakangi kepentingan nasionalnya yaitu,
integritas wilayah, keamanan militer dan ekonomi.
Integritas
wilayah Suriah yaitu dalam upaya menyelesaikan batasbatas wilayah perbatasan
antara kedua negara. Dari sisi keamanan militer hubungan kedua negara mempunyai
tujuan sama sebagaimana dinyatakan dalam pertemuan itu membahas kerjasama
militer antara Suriah dan Lebanon dan kerjasama dalam bidang intelejen. Suriah
dan Lebanon sepakat bahwa Israel adalah musuh bersama mereka dan sedang
merancang konspirasi di wilayah Suriah maupun Lebanon. Untuk itu, dalam
pernyataan bersama antara Presiden Lebanon dan panglima militer uriah
disebutkan bahwa militer kedua negara akan bekerjasama untuk melawan skenario
jahat Israel. Kerjasama saling tukar menukar informasi intelejen juga akan
dijalin untuk melawan aksi-aksi terorisme, mencegah penyelundupan di perbatasan
kedua negara dan meningkatkan upaya pencarian puluhan tentara Lebanon yang
tidak diketahui nasibnya pada masa perang antara pasukan Suriah dan Lebanon
tahun 1990-an.[14]
Dari
sisi sosio ekonomi menurut Robert Olson bahwa antara Suriah dan Lebanon ada
semacam komplementaritas di sektor perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah tenaga kerja Suriah yang cukup besar dalam industrialisasi di Lebanon.
Setelah meletus perang saudara di Lebanon maka tenaga kerja Suriah tersebut
kembali ke Suriah dan menjadi prajurit. Selain itu perang saudara di Lebanon
tersebut juga berampak pada sektor perdagangan kedua negara khususnya
perdagangan dari Suriah ke Lebanon. Selain itu keterlibatan Suriah dengan
konflik di Lebanon juga dimaksudkan untuk melindungi uang dan investasi para
pemilik modal Suriah di Lebanon.
Suriah
dan Libanon memulai babak baru dengan membuka kembali hubungan diplomatik
setelah terputus selama hampir 60 tahun. Suriah-Libanon sepakat untuk
menyambung kembali tali silahturahmi setelah pertemuan antara Presiden Suriah
Bashar al-Assad dan Presiden Libanon Michel Suleiman beserta penasehatnya untuk
bidang politik Bussaina Shaaban, di Damaskus. Kerjasama tersebut sementara
diforkuskan pada kerjasama militer antara kedua negara.[15]
Kedua
presiden memutuskan untuk membangun hubungan diplomasi dengan mengirimkan
duta-duta besarnya, berdasarkan perjanjian PBB dan hukum internasional.
Presiden Assad dan Presiden Suleiman, selanjutnya menginstruksikan kementerian
luar negeri masing-masing untuk mengambil langkah yang dianggap perlu terkait
dengan hukum yang berlaku di kedua negara dan pokok-pokok kerjasama meliputi
pembahasan ulang garis perbatasan wilayah Libanon dan Suriah, pembukaan
kedutaan besar, serta kerjasama militer. Pembahasan tapal batas kedua negara
dilakukan karena selama ini tidak pernah sekali pun secara resmi diputuskan
tapal batas kedua negara. Batas tidak jelas kedua negara hanya berdasarkan
peta, yang dibuat Prancis ketika Suriah dan Libanon masih merupakan mandat
Prancis. Namun batasan peta itu tidaklah tegas. Pada peta yang dikeluarkan
tahun 1932, tanah pertanian kosong Shebaa masuk wilayah Libanon. Namun setelah
kemerdekaan Suriah pada 1946, peternakan itu menjadi wilayah Suriah. Sejak
Perang Enam Hari tahun 1967, wilayah pertanian itu diduduki Israel dan
merupakan bagian Dataran Tinggi Golan.
2.
National Power
Hans J. Morgenthau
mendefinisikan power sebagai suatu hubungan antara dua aktor politik di mana
aktor A memiliki kemampuan untuk mengedalikan pikiran dan tidakan aktor B.[16] Power politik mencakup hubungan psikologis
antara elite yang menyelenggarakan kekuasaan serta mereka yang dipengaruhi atau
dikendalikan oleh elite. Power biasa terdiri dari apa saja yang menciptakan dan
mempertahankan pengendalian seseorang atas orang lain (dan itu) meliputi semua
hubungan sosial yang mendukung tujuan (pengendalian) itu, mulai dari kekerasan
fisik sampai ke hubungan psikologi yang paling halus yang dipakai oleh pikiran
seseorang untuk mengendalikan pikiran orang lain.[17]
Politik
bagi Morgenthau adalah struggle for power, yaitu perjuangan memperoleh kekuasaan.
Kekuaaan (power) merupakan kemampuanmenggunakan sumber-sumber pengaruh untuk
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga
keputusan itumenguntungkan dirinya, kelompoknya, dan masyarakat umum.[18]
Oleh karena itu oligarki Rusia menyadari pentingnya meningkatkan peran
politiknya di Rusia melalui penguasaan ekonomi yang dimilikinya. Seseorang
mempunyai kekuasaan potensial, bila ia memiliki sumbersumber kekuasaan yaitu
kekayaan, senjata, status sosial dsb. Seseorang dibilang mempunyai kekuasaan
aktual, apabila ia telah menggunakan sumber-sumber tadi kedalam kegiatan
politik.[19]
Sebuah
negara dikatakan mempunyai national power apabila memiliki lebih dari jumlah
total populasi, bahan mentah, dan faktor-faktor kuantitatif. Potensi gabungan
dari sebuah Negara, kesetianegaraan, fleksibilitas institusi-institusinya,
bagaimana institusi tersebut beroperasi, kapasitas untuk menutupi kelemahannya:
adalah beberapa dari unsur kuantitatif yang menentukan total kekuatan suatu
Negara. Banyak aspek yang mempangaruhi dan berkontribusi dalam meningkatkan
national power suatu negara. Bisa dikatakan bahwa national power adalah
kemampuan yang dimiliki oleh suatu Negara atas segala sesuatu yang dimilikinya.
Lebih dari aspek fisik seperti geografis dan populasi, unsurunsur national
power juga meliputi hal-hal yang tidak nyata, berupa kepiawaian bernegosiasi
dan lain sebagainya.
Sebuah
negara dikatakan mempunyai national power apabila memiliki lebih dari jumlah
total populasi, bahan mentah, dan faktor-faktor kuantitatif. Potensi gabungan
dari sebuah Negara, kesetianegaraan, fleksibilitas institusi-institusinya,
bagaimana institusi tersebut beroperasi, kapasitas untuk menutupi kelemahannya:
adalah beberapa dari unsur kuantitatif yang menentukan total kekuatan suatu
Negara. Banyak aspek yang mempangaruhi dan berkontribusi dalam meningkatkan
national power suatu negara. Bisa dikatakan bahwa national power adalah
kemampuan yang dimiliki oleh suatu Negara atas segala sesuatu yang dimilikinya.
Lebih dari aspek fisik seperti geografis dan populasi, unsurunsur national
power juga meliputi hal-hal yang tidak nyata, berupa kepiawaian bernegosiasi
dan lain sebagainya.
Ada
beberapa faktor berkontribusi bagi pondasi national
power. Faktor-faktor tersebut geografi, SDA, Populasi, teknologi, elemen
ideologi, kepemimpinan, kesiapan militer dan diplomasi. Dalam penelitian ini
dibatasi pada geografi, sumber daya alam, populasi dan kesiapan militer dan
diplomasi.
1.
Geografi
Geografi
memainkan peranan dalam menentukan power seorang aktor. Walaupun pentingnya
geografi masih menjadi perdebatan geografi bahkan hampir sangant relevan dalam
menentukan potensi kekuatan negara aktor.
2.
Sumber
Daya Alam
Ada
4 tingkatan yang kerikat dengan hal ini, yaitu kepemilikan, eksploitasi, kontrol
dan pengginaan. Seorang aktor yang memiliki kuantitas SDA yang banyak berada
dalam posisi yang potensial dibandingkan dengan aktor lain yang memiliki
kuantitas yang lebih sedikit. Namun sang aktor juga harus dapat mengeksploitasi
SDAnya, karena kuantitas SDA yang melimpah tidak akan ada gunanya jika tidak
dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada.
3.
Populasi
Populasi adalah satu faktor terpenting
dalam power. Disini populasi bukan dalam jumlah saja namun juga dari pendidikan
dan keterampilan dari populasi tersebut. Peran populasi adalah menaikkan atau
menurunkan kekuatan seorang aktor. Peranan ini tidak dapat dipisahkan dari
parameter kekuatan lainnya seperti organisasi, kepemimpinan dan dasar
industrial.
4.
Kesiapan
Militer
Kemampuan
militer diperlukan sekali bagi potensi power negara. Bahkan dalam kenyataan,
beberapa analisisyang menganalisa peranan power dalam hubungan internasional,
beranggapan bahwa kemampuan militer adalah satu-satunya faktor yang nyata dari
power seorang aktor. Secara kuantitatif maupun kualitatif, peranan militer ini
sangat dibutuhkan sebagai sebuah elemen negara. Sebaik apa kemampuan militer
untuk mempertahankan negara ? seberapa baik militer seorang aktor mempersiapkan
diri sebelum perang dan selama perang perdamaian ? semua akan memberikan
pengaruh bagi negara tersebut sebagai aktor. Negara yang pasukan militernya
menang dala perang, maka akan dikenal sebagai negara dengan kemampuan militer
yang kuat, dan dikenal sebagai negara yang kuat.
5.
Diplomasi
Diplomasi
dalam natoinal power sangan ditentukan oleh kualitas diplomasi yang diikuti
oleh negara. Mogenthau berpendapat bahwa kualitas diplomasi sebuah negara
memberikan arah dan bobot kepada elemen-elemen national power yang lainnya.
Diplomasi yang baik dapat membawa berbagai elemen dari national power untuk
menghasilkan efek meaksimim diatas poin-poin dalam situasi internasional yang
berhubungan langsung dengan kepentingan
internasional.[20]
Dalam kpnteks ini suriah sebagai
negara dengan letak geografi yang luas yaitu 185.180 km2 dan populasi penduduk
2.584 juta jiwa dan sumber daya alam yang melimpah maka suriah ingin
mengamankan sumber daya alam tersebut dengan meningkatkan keamanan dan
integritas persenjataan yang cukuo memadai tetapi suriah pernah kalah dalam
perang melawan israel. Untuk mewujudkan kebijakan dasar politik luar negeri
suriah yang menganut paham nasionalisme progresif, anti imperialisme dan
zionisme, yang diabdikan untuk kepentingan kebangkitan kembali bangsa suriah
pada khususnya dan bangsa-bangsa arab pada umumnya. Politik luar negeri suriah
juga diarahkan untuk mencapai cita-cita menuju masyarakat modern yang menganut ajaran
sosialis, bebas dari penguasaan penjajah/israel yang oelh karena itu terutama
dataran tinggi golan ( wilayah suriah yang diduduki israel sejak 1967) harus
dikembalikan melalui penyelesaian secara damai.
Dengan menjalin hubungan diplomatik
dengan lebanon maka dapat meningkatkan nasional power suriah dengan menjadikan
lebanon sebagai buffer state karena lebanon berbatasan langsung dengan israel
dan adanya kelompok-kelompok perlawanan yang pro suriah yang dapat membantu
suriah melancarkan serangan-serangan yang berdomisili di lebanon selatan yang
berbatasan langsung dengan israel.
3.
Sphere of influence ( pengaruh wilayah)
Pengaruh
wilayah, adalah istilah yang sebelumnya diterapkan pada area dimana suatu klaim
hegemoni kekuatan luar dengan tujuan untuk kemudian mendapatkan kontrol yang
lebih pasti, seperti dalam penjajahan, atau dengan tujuan mengamankan sebuah
monopoli ekonomi atas wilayah tanpa asumsi kontrol politik. Sebuah lingkup
pengaruh biasanya diklaim oleh bangsa imperialistik atas suatu negara terbelakang
atau lemah yang berbatasan sebuah koloni yang telah ada.
Pengaruh
wilayah biasanya terjadi setelah peresmian oleh sebuah perjanjian, baik antara
du a negara kolonial yang setujuh untuk tidak ikut campur dalam satu wilayah
lain, atau antara bangsa penjajah dan wakil dari wilayah itu. Secara teoritis,
kedaulatan suatu negara tidak dirugikan oleh pembentukan sebuah wilayah
pengaruh dalam perbatasan, dalam kenyataannya, didominasi kekuatan mampu
melaksanakan kewenangan yang besar di wilayah ini, dan jika gangguan terjadi
itu berada dalam posisi untuk memegang kendali. Jadi penciptaan lingkungan yang
berpengaruh adalah sering kali pendahuluan untuk kolonisasi atau pembentukan
protektorat. Istilah dalam pengertian ini tidak lagi diakui dalam hukum internasional,
namun. Saat ini, digunakan oleh negara-negara yang lebih kuat di dunia untuk
menunjukkan kepentingan eksklusif atau
dominasi mereka mungkin di beberapa wilayah di dunia, terutama untuk tujuan
keamana nasional.[21]
Sebuah
pengaruh wilayah diawali oleh peresmian suatu perjanjian, dalam hal ini suriah
membuka hubungan diplomatik dengan lebanon yang diresmikan dengan sebuah
perjanjian yaitu kerjasama kedua negara dan pokok-pokok kerjasama meliputi
pembahasan ulang garis pembatasan wilayah libanon dan suriah, pembukaan
kedutaan besar, serta kerjasama militer. Dengan membuka hubungan diplomatik
suriah berusaha mempengaruho lebanin untuk bersekutu melawan skenario jahat
israel.
D. Hipotesa
Berdasarkan
rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka penulis menarik hipotesa
kepentingan Suriah menjalin hubungan diplomatik baru dengan Lebanon adalah
untuk kepentingan ekonomi, kepentingan militer dengan menjadikan Lebanon
sebagai buffer state dan integritas wilayah penyelesaian wilayah perbatasan
Suriah-Lebanon.
[1] Harwanto Dahlan,
Politik dan Pemerintahan Timur Tengah, Diklat Kuliah, UMY, 1995, hal 109.
[2] George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, Sinar
Baru Algensindo, Bandung, 1992, hal 99
[3] Ibid, hlm 203-205
[4] Riza Sihbidi, Bara
Timur Tengah, Penerbit Mizan, Bandung, 1993, hlm 66.
[5] Kirdi Dipoyuda, timur tengah dalam Pergoalakan, CSIS,
Jakarta, 1992, hlm 163.
[6] Riza Sihbudi,
op.cit, hlm 34.
[8] Al-arby.
Setelah 60 Tahun, Suriah-Libanon Sepakat Jalin Hubungan Diplomatik, tersedia
pada
http:/www.jisc.eramuslim.com. Jumat, 14/08/2015 10:46 WIB.
http:/www.jisc.eramuslim.com. Jumat, 14/08/2015 10:46 WIB.
9Mohtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan
Metodologi, Jakarta, LP3ES, 1990,
hal 219.
hal 219.
10Sofyan Efendi, Unsur-unsur Pengertian Ilmiah, Jakarta, LP3ES, hal 14.
11Jack
C. Plano dan Roy Olton, Kamus
Hubungan Internasional, Bandung: CV
Abardin, 1990,hal. 7
[12] ibid
[13]
Hans J. Morgenthau, Politic
Among Nations, dalam Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan
Metodologi, Jakarta: LP3ES, 1990, hal. 18
[14]
http://www.eramuslim.com. Suriah-Lebanon Sepakat Melawan Israel, Jumat,
13/11/2015 10:20
WIB
[15] http//:www.jisc.eramuslim.com.
Setelah 60 Tahun, Suriah-Libanon Sepakat Jalin Hubungan Diplomatik, Sabtu, 14/11/2015 10:46 WIB
[16] Mohtar
Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES (Jakarta:
1990) hal 117
[17] Ibid
hal 117
[18]
Bambang Sunaryono, Pengantar Ilmu
Politik: Kekuasaan Politik, diktat kuliah, Jurusan Hubungan Internasional,
Univ. Muhammadiyah Yogyakarta
[19] ibid
[20] Ibid
0 comments:
Post a Comment