Tuesday, February 23, 2016

pengertian dan jenis-jenis kebijakan

1.      Pengertian Analisis Kebijakan Publik
William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Salah satu esensi kehadiran kebijakan publik (public policy) adalah memecahkan masalah yang berkembang di masyarakat secara benar. Meskipun demikian, kegagalan sering terjadi karena kita memecahkan masalah secara tidak benar. Analisis kebijakan publik (public policy analysis) merupakan upaya untuk mencegah kegagalan dalam pemecahan masalah melalui kebijakan publik. Oleh karena itu, kehadiran analisis kebijakan berada pada setiap tahapan dalam proses kebijakan publik (public policy process).
Analisis kebijakan publik adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Produk analisis kebijakan publik adalah nasehat. Kebijakan yang diambil akan mempunyai biaya dan manfaat sosial tertentu. Kebijakan tersebut dapat relatif menguntungkan suatu kelompok dan relatif merugikan kelompok lainnya. 
Menurut Anderson, konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa impikasi, yakni pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan perilaku secara serampangan. Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat didalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang sendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdangan, mengedalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Jika lembaga legislatif menetapkan undang-undang yang mengharuskan pengusaha menggaji karyawannya dengan upah minimum menurut undang-undang, tetapi tidak ada sesuatu pun yang dilakukan untuk melaksanakan undang-undang tersebut sehingga tidak ada perubahan yang timbul dalam perilaku ekonomi, maka hal ini dapat di katakan bahwa kebijakan publik mengenai kasus ini sebabnya merupakan salah satu dari nonregulasi upah.
 Keempat, kebijakan publik mungkin dalam bentuknya versifat positif atau negatif. Secara positif, kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas tetapi tidak untuk memengaruhi suatau masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah. Dengan kata lainm pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk tidak melakukan campur tangan dalam bidang-bidang  umum maupun khusus. Kebijakan tidak campur tangan mungkin mempunyai konsekuensi-konsekuensi besar terhadap masyarakat atau kelompok-kelompok masayarakat. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik didasarkan pada undang-undang dan bersifat otoritatif. Anggota-anggota masyarakat menerima secara sah bahwa pajak harus dibayar dan undang-undang perkawinan harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap kebijakan ini berarti menghadapi risiko denda, hukuman kurungan atau dikenakan secara sah oleh saksi-saksi lainnya. Dengan demikian, kebijakan publik mempunyai sifat “paksaan” yang secara potensial dah dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang mengambil  oleh oranganisasi-organisasi swasta, hal ini berati bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat. Sifat yang terakhir inilah yang membedakan kebijakan publik dengan kebijakan lainnya.
Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan ( policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (politcy outcomes).
Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions)  adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditunjukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu. Biasanya tuntutan-tuntutan ini ditunjukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat dab mungkin verkisar antara desakan secara umum bahwa pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar pemerintah mengabil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan.
            Sedangkan itu, keputusan kebijaka (policy demands) didefinikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substasi kepada tindakan-tindakann kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau pernyataan-pernyataan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan administratif atau membuat interpretasi yuridis terhadap undang-undang.
2.      Analisis Kebijakan Publik dan Analisnya
Analisis kebijakan publik mempunyai tujuan yang bersifat penandaan (designative) dengan pendekatan empiris (berdasarkan fakta), bersifat penilaian dengan pendekatan evaluatif dan bersifat anjuran dengan pendekatan normatif. Prosedur analisis berdasarkan letak waktu dalam hubungannya dengan tindakan dibagi dua yaitu ex ante dan ex post. Prediksi dan rekomendasi digunakan sebelum tindakan diambil atau untuk masa datang (ex ante), sedangkan deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi atau dari masa lalu (ex post). Analisis ex post berhubungan dengan analisis kebijakan retrospektif yang biasa dilakukan oleh ahli ahli ilmu sosial dan politik, sedangkan analisis ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan prospektif yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli ekonomi, sistem analisis dan operations research. Analisis kebijakan biasanya terdiri dari perumusan masalah, peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi dan kesimpulan.
Analis kebijakan adalah seseorang yang melakukan analisis kebijakan. Yang diperlukan oleh seorang analis :

1.      Analis harus tahu bagaimana mengumpulkan, mengorganisasikan dan mengkomunikasi informasi dalam situasi dimana waktu dan informasi terbatas. Mereka harus dapat membuat strategi untuk mengerti secara cepat problem untuk analisis kebijakan tersebut dan sejumlah solusi yang mungkin. Mereka harus dapat mengidentifikasi secara cepat, paling tidak secara kwalitatip, biaya dan manfaat untuk masing-masing alternatif dan mengkomunikasikan penilaian tersebut dengan klien.
2.      Analis membutuhkan perspektif (pandangan) untuk meletakkan problem sosial yang dihadapi kedalam konteks, memahami kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah.
3.      Analis membutuhkan kemampuan teknis untuk memperkirakan kebijakan-kebijakan apa yang diperlukan bagi masa datang yang lebih baik dan mengevaluasi konsekwensi pilihan-pilihan kebijakan yang lebih baik. Ekonomi (mikro dan keuangan publik) dan statistik diperlukan untuk hal tersebut.
4.      Analis harus mengerti institusi dan implementasi dari masalah yang diamati untuk dapat meramalkan akibat dari kebijakan yang dipilih. Dengan mengerti pandangan klien dan lawannya, analis dapat menyusun fakta dan argumentasi secara lebih efektif.
5.      Analis harus mempunyai etika (moral).

Tiga macam peranan analis kebijakan :

a.       Analis Obyektif :
                 Mereka menyatakan keadaan apa adanya dalam analisisnya dan membiarkan analisis menyatakan kebenaran. Kepentingan politik klien adalah nomor dua. Fokusnya terutama adalah memperkirakan akibat-akibat dari kebijakan-kebijakan alternatip. Mereka sadar bahwa klien adalah politikus yang seringkali tidak obyektif. Walaupun demikian klien dapat memberikan informasi yang menyebabkan analis bisa bekerja pada isyu-isyu yang menarik. Meskipun analis memberikan beberapa alternatif kebijakan dan akibat-akibatnya, keputusan terakhir pemilihan alternatip tetap berada ditangan klien. Analis obyektif biasanya berusaha menjaga jarak dengan klien dan lebih menyukai bekerja untuk institusi daripada bekerja untuk pribadi. Banyak diantara analis ini yang pekerjaan tetapnya adalah diperguruan tinggi.
b.      Pembela Klien
Mereka jarang memberikan kesimpulan-kesimpulan yang definitif dan justru menggunakan kesamaran tersebut demi kepentingan klien. Mereka harus loyal kepada klien (pejabat) sebagai imbalan bagi jabatan yang diberikan kepadanya, misal sebagai asisten, penasehat, staf ahli atau konsultan. Itulah sebabnya banyak pejabat pemerintah atau konsultan yang tidak bisa berkomentar sebebas analis obyektif (misal dari perguruan tinggi) atau analis isyu (dari orsospol atau LSM) walaupun kemampuannya sama. Biasanya mereka memilih klien dengan system nilai yang sesuai. Seyogyanya dalam jangka panjang mereka berusaha merubah klien supaya menjadi lebih bermoral.
c.       Pembela Isyu
Mereka jarang memberikan kesimpulan-kesimpulan yang defenitif dan justru menguatkan kesamaran tersebut dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan jika diperkirakan hasil analisisnya tidak mendukung pembelaan isyu tersebut. Klien yang memberikan kesempatan untuk pembelaan isyu tersebut, dipilih berdasarkan persamaan kepentingan. Contoh pembela isyu adalah lembaga bantuan hukum dan lembaga konsumen. Seyogyanya analisisnya berguna untuk membangun masyarakat yang lebih baik.
Pertimbangan kebijakan seringkali lebih bersifat politis dibandingkan bersifat obyektif sehingga bisa saja analis tidak bisa melakukan apa yang diminta klien. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, diantaranya dia bisa memprotes dengan menyatakan apa yang diminta klien tersebut tidak etis. Apabila protesnya bisa menyadarkan klien atau karena sesuatu hal analis jadi menuruti klien maka persoalannya selesai. Apabila tidak, analis bisa saja meminta berhenti dari pekerjaannya atau dia tetap bekerja pada klien tetapi tidak loyal (selingkuh) dengan membocorkan kelemahan-kelemahan kebijakan tersebut dan kelemahan klien ke pihak lain.
Subarsono mengemukakan suatu kerangka kerja kebijkan publik dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis kebijakan publik, yang ditentukan beberapa variablel, sebagai berikut :
1.      Tujuan akan dicapai;
2.      Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
3.      Sumber daya yang mendukung kebijakan.
4.      Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembutan kebijkan;
5.      Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2000: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1.      Analisis kebijakan prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.
2.      Analisis kebijakan retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.

3.      Analisis kebijakan yang terintegrasi
Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.



0 comments: