1. Pengertian
Analisis Kebijakan Publik
William N. Dunn (2000)
mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan
yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk
menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga
dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kebijakan. Salah satu esensi kehadiran kebijakan publik (public policy)
adalah memecahkan masalah yang berkembang di masyarakat secara benar. Meskipun
demikian, kegagalan sering terjadi karena kita memecahkan masalah secara tidak
benar. Analisis kebijakan publik (public policy analysis) merupakan
upaya untuk mencegah kegagalan dalam pemecahan masalah melalui kebijakan
publik. Oleh karena itu, kehadiran analisis kebijakan berada pada setiap
tahapan dalam proses kebijakan publik (public policy process).
Analisis kebijakan publik adalah ilmu
yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Produk
analisis kebijakan publik adalah nasehat. Kebijakan yang diambil akan mempunyai
biaya dan manfaat sosial tertentu. Kebijakan tersebut dapat relatif
menguntungkan suatu kelompok dan relatif merugikan kelompok lainnya.
Menurut Anderson, konsep kebijakan
publik ini kemudian mempunyai beberapa impikasi, yakni pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik
berorientasi pada maksud atau tujuan dan perilaku secara serampangan. Kebijakan
publik secara luas dalam sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi
begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat didalam
sistem politik modern bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan
direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau
pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan-keputusan yang sendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak
hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga
keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatur perdangan, mengedalikan inflasi, atau mempromosikan
perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Jika lembaga
legislatif menetapkan undang-undang yang mengharuskan pengusaha menggaji
karyawannya dengan upah minimum menurut undang-undang, tetapi tidak ada sesuatu
pun yang dilakukan untuk melaksanakan undang-undang tersebut sehingga tidak ada
perubahan yang timbul dalam perilaku ekonomi, maka hal ini dapat di katakan
bahwa kebijakan publik mengenai kasus ini sebabnya merupakan salah satu dari
nonregulasi upah.
Keempat, kebijakan publik mungkin dalam
bentuknya versifat positif atau negatif. Secara positif, kebijakan mungkin
mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas tetapi tidak untuk memengaruhi
suatau masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mungkin mencakup suatu
keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil
tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang
memerlukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan
pemerintah. Dengan kata lainm pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk tidak
melakukan campur tangan dalam bidang-bidang
umum maupun khusus. Kebijakan tidak campur tangan mungkin mempunyai
konsekuensi-konsekuensi besar terhadap masyarakat atau kelompok-kelompok
masayarakat. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik didasarkan pada
undang-undang dan bersifat otoritatif. Anggota-anggota masyarakat menerima
secara sah bahwa pajak harus dibayar dan undang-undang perkawinan harus
dipatuhi. Pelanggaran terhadap kebijakan ini berarti menghadapi risiko denda,
hukuman kurungan atau dikenakan secara sah oleh saksi-saksi lainnya. Dengan
demikian, kebijakan publik mempunyai sifat “paksaan” yang secara potensial dah
dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang mengambil oleh oranganisasi-organisasi swasta, hal ini
berati bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat.
Sifat yang terakhir inilah yang membedakan kebijakan publik dengan kebijakan
lainnya.
Sifat kebijakan publik sebagai arah
tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi
beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan
kebijakan (policy demands),
keputusan-keputusan kebijakan (policy
decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan ( policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (politcy outcomes).
Tuntutan-tuntutan
kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh
aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditunjukan kepada pejabat-pejabat
pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan tersebut berupa
desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil
tindakan mengenai suatu masalah tertentu. Biasanya tuntutan-tuntutan ini
ditunjukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat dab mungkin verkisar antara
desakan secara umum bahwa pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar
pemerintah mengabil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan.
Sedangkan itu, keputusan kebijaka (policy demands) didefinikan sebagai
keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang
mengesahkan atau memberi arah dan substasi kepada tindakan-tindakann kebijakan
publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan undang-undang, memberikan
perintah-perintah eksekutif atau pernyataan-pernyataan resmi, mengumumkan
peraturan-peraturan administratif atau membuat interpretasi yuridis terhadap
undang-undang.
2. Analisis Kebijakan
Publik dan Analisnya
Analisis kebijakan
publik mempunyai tujuan yang bersifat penandaan (designative) dengan pendekatan
empiris (berdasarkan fakta), bersifat penilaian dengan pendekatan evaluatif dan
bersifat anjuran dengan pendekatan normatif. Prosedur analisis berdasarkan
letak waktu dalam hubungannya dengan tindakan dibagi dua yaitu ex ante dan ex
post. Prediksi dan rekomendasi digunakan sebelum tindakan diambil atau untuk
masa datang (ex ante), sedangkan deskripsi dan evaluasi digunakan setelah
tindakan terjadi atau dari masa lalu (ex post). Analisis ex post berhubungan
dengan analisis kebijakan retrospektif yang biasa dilakukan oleh ahli ahli ilmu
sosial dan politik, sedangkan analisis ex ante berhubungan dengan analisis
kebijakan prospektif yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli ekonomi, sistem
analisis dan operations research. Analisis kebijakan biasanya terdiri dari
perumusan masalah, peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi dan kesimpulan.
Analis kebijakan
adalah seseorang yang melakukan analisis kebijakan. Yang diperlukan oleh
seorang analis :
1.
Analis harus tahu bagaimana mengumpulkan, mengorganisasikan dan
mengkomunikasi informasi dalam situasi dimana waktu dan informasi terbatas.
Mereka harus dapat membuat strategi untuk mengerti secara cepat problem untuk
analisis kebijakan tersebut dan sejumlah solusi yang mungkin. Mereka harus
dapat mengidentifikasi secara cepat, paling tidak secara kwalitatip, biaya dan
manfaat untuk masing-masing alternatif dan mengkomunikasikan penilaian tersebut
dengan klien.
2.
Analis membutuhkan perspektif (pandangan) untuk meletakkan problem sosial
yang dihadapi kedalam konteks, memahami kegagalan pasar dan kegagalan
pemerintah.
3.
Analis membutuhkan kemampuan teknis untuk memperkirakan kebijakan-kebijakan
apa yang diperlukan bagi masa datang yang lebih baik dan mengevaluasi
konsekwensi pilihan-pilihan kebijakan yang lebih baik. Ekonomi (mikro dan
keuangan publik) dan statistik diperlukan untuk hal tersebut.
4.
Analis harus mengerti institusi dan implementasi dari masalah yang diamati
untuk dapat meramalkan akibat dari kebijakan yang dipilih. Dengan mengerti
pandangan klien dan lawannya, analis dapat menyusun fakta dan argumentasi
secara lebih efektif.
5.
Analis harus mempunyai etika (moral).
Tiga macam peranan analis kebijakan :
a.
Analis Obyektif :
Mereka menyatakan keadaan apa
adanya dalam analisisnya dan membiarkan analisis menyatakan kebenaran.
Kepentingan politik klien adalah nomor dua. Fokusnya terutama adalah
memperkirakan akibat-akibat dari kebijakan-kebijakan alternatip. Mereka sadar
bahwa klien adalah politikus yang seringkali tidak obyektif. Walaupun demikian
klien dapat memberikan informasi yang menyebabkan analis bisa bekerja pada
isyu-isyu yang menarik. Meskipun analis memberikan beberapa alternatif
kebijakan dan akibat-akibatnya, keputusan terakhir pemilihan alternatip tetap
berada ditangan klien. Analis obyektif biasanya berusaha menjaga jarak dengan
klien dan lebih menyukai bekerja untuk institusi daripada bekerja untuk
pribadi. Banyak diantara analis ini yang pekerjaan tetapnya adalah diperguruan
tinggi.
b.
Pembela Klien
Mereka jarang
memberikan kesimpulan-kesimpulan yang definitif dan justru menggunakan
kesamaran tersebut demi kepentingan klien. Mereka harus loyal kepada klien
(pejabat) sebagai imbalan bagi jabatan yang diberikan kepadanya, misal sebagai
asisten, penasehat, staf ahli atau konsultan. Itulah sebabnya banyak pejabat
pemerintah atau konsultan yang tidak bisa berkomentar sebebas analis obyektif
(misal dari perguruan tinggi) atau analis isyu (dari orsospol atau LSM)
walaupun kemampuannya sama. Biasanya mereka memilih klien dengan system nilai
yang sesuai. Seyogyanya dalam jangka panjang mereka berusaha merubah klien
supaya menjadi lebih bermoral.
c.
Pembela Isyu
Mereka jarang memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang defenitif dan justru menguatkan kesamaran tersebut
dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan jika diperkirakan hasil
analisisnya tidak mendukung pembelaan isyu tersebut. Klien yang memberikan
kesempatan untuk pembelaan isyu tersebut, dipilih berdasarkan persamaan
kepentingan. Contoh pembela isyu adalah lembaga bantuan hukum dan lembaga
konsumen. Seyogyanya analisisnya berguna untuk membangun masyarakat yang lebih
baik.
Pertimbangan kebijakan
seringkali lebih bersifat politis dibandingkan bersifat obyektif sehingga bisa
saja analis tidak bisa melakukan apa yang diminta klien. Ada beberapa
kemungkinan yang dapat terjadi, diantaranya dia bisa memprotes dengan
menyatakan apa yang diminta klien tersebut tidak etis. Apabila protesnya bisa
menyadarkan klien atau karena sesuatu hal analis jadi menuruti klien maka
persoalannya selesai. Apabila tidak, analis bisa saja meminta berhenti dari
pekerjaannya atau dia tetap bekerja pada klien tetapi tidak loyal (selingkuh)
dengan membocorkan kelemahan-kelemahan kebijakan tersebut dan kelemahan klien
ke pihak lain.
Subarsono mengemukakan
suatu kerangka kerja kebijkan publik dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam
melakukan analisis kebijakan publik, yang ditentukan beberapa variablel, sebagai
berikut :
1.
Tujuan akan dicapai;
2.
Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan.
3.
Sumber daya yang mendukung kebijakan.
4.
Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembutan kebijkan;
5.
Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya.
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat
dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu
dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya
kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya
benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik
analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan
yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar
didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2000: 117) membedakan tiga
bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1.
Analisis
kebijakan prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi
informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis
kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk
dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan
secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai
landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.
2.
Analisis
kebijakan retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis
berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis
yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan
analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis
retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.
3.
Analisis
kebijakan yang terintegrasi
Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada
penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan
diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para
analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan
mentransformasikan informasi setiap saat.
0 comments:
Post a Comment