Konflik
bukan merupakan suatu hal yang asing didalam hidup manusia. Sejarah mencatat
bahwasanya konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia, sepanjang seseorang
masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini baik
itu konflik antar individu maupun antar kelompok. Jika konflik antara
perorangan tidak bisa diatasi secara adil dan proposional, maka hal itu dapat
berakhir dengan konflik antar kelompok. Untuk itu, konflik merupakan
suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat. Fenomena konflik tsb
mendapat perhatian bagi manusia,
Pengertian Konflik Menurut Para Ahli
Charles Watkins yang memberikan suatu analisis
tajam tentang kondisi dan prasyarat terjadinya suatu konflik. Menurutnya, konflik
terjadi bila terdapat dua hal.
1.Konflik bisa
terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan
praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara potensial artinya, mereka
memiliki kemampuan untuk menghambat. Secara praktis/ operasional maksudnya
kemampuan tadi bisa diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan
perwujudannya secara mudah. Artinya, bila kedua belah pihak tidak dapat
menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak
akan terjadi
2. Konflik
dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak,
namun hanya salah satu pihak yang akan memungkinkan mencapainya.
Joyce Hocker dan William Wilmt di dalam bukunya yang berjudul
interpersonal conflict, berupaya untuk memahami pandangan tentang konflik. Pada
umumnya pandangan tentang konflik dapat digambarkan sebagai berikut ;
1.Konflik
adalah hal yang abnormal karena hal normal adalah keselarasan. Bagi mereka yang
menganut pandangan ini pada dasarnya bermaskud menyampaikan bahwa, suatu
konflik hanya merupakan gangguan stabilitas.
2. Konflik
sebenarnya hanyalah suatu perbedaan atau salah paham. Mereka yang perpendapat
seperti ini menganggap bahwasanya konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi
dengan baik, sehingga pihak lain tidak dapat memahami maksud kita yang
sesungguhnya.
3.Konflik
adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan orang-orang yang tidak
beres. Menurut penganut pendapat ini, penyebab suatu konflik adalah anti
sosial.
Konflik dan integrasi
Pengertian konflik merupakan suatu
perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika keduanya menginginkan suatu
kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan dari kedua pihak, baik secara
potensial dan praktis. Sedangkan integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat,
yang cendrung membuat masyarakat menjadi lebih baik atau harmonis. Disamping
itu integrasi juga dipahami sebagai suatu pernyataan yang sudah dicapai, atau
sudah dekat untuk dicapai.
Dalam politik, konflik dan integrasi
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Konflik mempunyai hubungan yang
erat dengan proses integrasi. Hubungan ini disebabkan karena dalam proses
integrasi terdapat sebuah proses disoraganisasi dan disintegrasi.
Dalam proses disorganisasi terjadi
perbedaan faham tentang tujuan kelompok sosialnya, tentang norma-norma sosial
yang hendak diubah, serta tentang tindakan didalam masyarakat. Apabila tidak
terdapat tindakan dalam menghadapi perbedaan ini, maka dengan sendirinya
langkah pertama menuju disintegrasi terjadi. Jadi, disorganisasi terjadi
apabila perbedaan atau jarak antara tujuan sosial dan pelaksanaan terlalu
besar.
Suatu kelompok sosial selalu
dipengaruhi oleh beberpa faktor, maka pertentangan atau konflik akan
berkisar pada penyesuaian diri ataupun penolakan dari faktor-faktor sosial
tersebut. Adapun faktor-faktor sosial yang menuju integrasi tersebut ialah
tujuan dari kelompok, sistem sosialnya, tindakan sosialnya.
Pertentangan yang terjadi dalam
kelompok maupun diluar kelompok memiliki hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi.
Untuk itu, Makin tinggi konflik dalam kelompok, makin kecil darejat integarasi
kelompok. Sedangkan makin besar permusuhan terhadap kelompok luar, makin besar
integrasi.
Bentuk-bentuk konflik politik
Hubuangan antara konflik dan
integarasi tidak dapat dipisahkan, hubungan ini dapat diibaratkan dari dua sisi
mata uang yang sama. Dalam kenyataanya, kita menemukan bahwa beberapa jenis
konflik sudah mencakup tingkat integrasi tertentu. Tahap pertama dari integrasi
tersebut terdiri dari menahan penggunaan kekerasan, yang berarti menggantikan
bentuk- bentuk konflik dengan bentuk yang lainnya. Buktinya dapat kita anlisa
dari permasalah yang terjadi di Aceh. Pada mulanya Konflik yang terjadi di aceh
disikapi dengan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, ketika adanya
kompromi diantara dua kelompok, maka keduanya mulai berupaya untuk menghindari
kekerasan. Dengan adanya kesepakatan ini, berarti konflik yang terjadi sudah
menuju tahap pertama dari integrasi. Kemudian kedua pihak memulai mengganti bentuk-bentuk
konflik dengan bentuk yang lain. Bentuk-bentuk konflik politik itu dapat
diidentifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Maurice Devurege. Ia
mengidentifikasi bentuk-bentuk konflik politik menjadi dua kategori
yakni; senjata-senjata pertempuran dan strategi politik
1. Senjata-senjata pertempuran
Manusia dan organisasi dalam konflik
satu sama lain mempergunakan berbagai jenis senjata di dalam perjuangan
politik. Senjata yang digunakan tergantung dari masyarakat setempat dan
kelompok-kelompok sosialnya, diantaranya ialah senjata dalam bentuk kekerasan
fisik, senjata dalam bentuk yang lain seperti uang, media dan organisasi.
Namun, belakangan ini kekerasan fisik merupakan senjata yang sering digunakan.
Padahal tujuan pertama-tama dari politik adalah untuk menghapus kekerasan,
untuk menggantikan konflik berdarah dengan bentuk-bentuk perjuangan sipil yang
lebih dingin, dan untuk menghapus peperangan, baik sipil atau internasional.
Politik cenderung menghapus kekerasan, akan tetapi dia tidak pernah berhasil
seluruhnya. Senjata-senjata dalam arti sempitnya senjata militer tidak
seluruhnya dikeluarkan dari konflik politik. Memang politik adalah konflik,
akan tetapi juga pembatasan konflik, dan konsekuensinya suatu permulaan dari
proses integrasi. Namun, tidaklah mutlak.
a) Kekerasan fisik
Berbicara secara luas, ada dua jenis
kekerasan yang dipergunakan sebagai senjata di dalam pertempuran politik:
kekerasan oleh negara melawan para warganya, dan kekerasan antara kelompok
warga negara atau melawan negara. Alat kekerasan yang digunakan negara untuk
melawan negara adalah militer yang mempergunakan senjata. untuk mempertahankan
otoritasnya terhadap rakyat yang diperintahkannya, senjata mili¬ter juga
dipergunakan dalam perjuangan politik Pertama, senjata dipergunakan selama
tahap awal dari perkembangan sosial, ketika negara masih terlalu lemah untuk
memperoleh monopoli lengkap dari senjata-senjata militer bagi keuntungannya
sendiri. Lantas, perjuangan merebut kekuasaan terdiri dari munculnya fraksi
bersenjata yang saling berhadapan baik itu organisasi politik yang
mempergunakan senjata maupun pemberontakan terhadap negara. Kemudian, ketika
militer tidak lagi untuk melayani negara, tidak lagi berada dalam kuasa mereka
yang memerintah, dan ketika mereka sendiri bergabung di dalam perjuangan untuk
merebut kekuasaan. Maka militer berubah menjadi kelompok kepentingan, yang
berupaya untuk merebut kekuasaan. Bilamana angkatan bersenjata menetapkan
dirinya menjadi suatu organisasi politik yang independen dan tidak lagi menaati
pemerintah, jelas ada disorganisasi yang mendalam dalam organisasi politik.
Justru dari hakikatnya militer selalu merupakan bahaya politik bagi negara.
Mereka yang memegang senjata selalu digoda untuk menyalahgunakannya, sama
seperti mereka yang memegang posisi otoritas mendapat godaan untuk melampaui
hak-haknya.
b) Kekayaan
Dalam realitas politik; uang tidak
pernah menjadi satu-satunya "penguasa". Namun dalam banyak
masyarakat, seperti dalam masyarakat kapitalis, uang adalah senjata yang
hakiki. Untuk itu, uang yang merupakan simbol dari kekayaan telah menjadi
sebuah senjata politik. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa kekayaan merupakan
bagian dari hal yang mewarnai bentuk-bentuk konflik politik. Seperti dalam
masyarakat agraris yang menggunakan kekayaannya seperti tanah sebagai sumber
dari kekuatan politik, hal ini dilakukan oleh kelas pemilik tanah atau
aristokrat. Kemudian, pada abad kesembilan belas muncul kalangan borjuis yang
menggantikan sumbernya dari pemilikan tenah kepada kekuatan uang. Jadi, pada
pekembangannya uang mulai terkesan sebagai senjata politik.
c) Organisasi
Di dalam komunitas manusia yang
besar, terutama di dalam negara modern, pertikaian politik dilancarkan antara
organisasi-organisasi. Organisasi-organisasi ini kelompok-kelompok yang
berstruktur, dengan kemampuan artikulasi, dan hirarkis, terutama terlatih bagi
perjuangan merebut kekuasaan. Hakikat organisatoris dari kekuatan- kekuatan
sosial ini adalah fakta yang fundamental dari kehidupan politik masa kini.
Tentu saja, ada selalu sejumlah organisasi kekuatan-kekuatan sosial yang
bersungguh-sungguh pada aksi politik, akan tetapi selama seratus tahun
terakhir, teknik organisasi kolektif dan metode memasukkan orang ke dalam
kelompok aksi kolektif telah sangat disempurnakan. Wajah yang sungguh asli dari
perjuangan politik sekarang bukanlah bahwa dia terjadi antar organisasi, akan
tetapi karena organisasi ini begitu rapi dikembangkan. Kita dapat
mengklasifikasikan organisasi politik menjadi dua kategori utama partai-partai
politik dan kelompok kepentingan. Tujuan utama dari partai adalah memperoleh
kekuasaan atau mengambil bagian dalam kekuasaan; mereka berusaha memperoleh
kursi dalam pemilihan umum, mengangkat wakil dan menteri, dan mengontrol
pemerintah. Sedangkan kelompok kepentingan tidak berusaha untuk me¬rebut
kekuasaan atau berpartisipasi di dalam pelaksanaan kekuasaan, namun tujuannya
adalah mempengaruhi dan menekan mereka yang memegang kekuasaan.
d) Media informasi
Media yang merupakan alat untuk
menyebarkan pengetahuan dan informasi ini juga dapat dikatakan sebagai senjata
politik, yang mampu dipakai oleh negara, oleh organisasi, partai dan gerakan
rakyat. Dalam rezim-rezim otoritarian, media informasi biasanya berada da¬lam
kontrol negara, yang berfungsi untuk menyebarkan propaganda negara. Propaganda ini
cenderung untuk mengamankan dukungan penuh dan pemerintah. Dia tidak
berorientasi kepada perjuangan kelas atau kategori sosial yang meliputi bangsa,
akan tetapi kepada penyatuan negara. Dia merupakan alat integrasi sosial atau
pseudointegrasi Sedangkan dalam rezim demokratis, tidak semua media informasi
dikontrol oleh negara; banyak yang memiliki sifat seperti kelompok kepentingan.
Pluralisme media adalah unsur di dalam pluralisme rezim, bersama dengan
pluralisms partai politik. Namun, jarang kita mendapatkan negara demokratis di
mana negara tidak menguasai satu pun media informasi, sebagaimana di Amerika
Serikat. Hampir di mana-mana, penyiaran radio diorganisir oleh dinas negara,
sekurang-kurangnya sebagian.
2 Strategi politik
a) Konsentrasi atau penyebaran-penyebaran
senjata politik
Dari segi distribusi senjata-senjata
politik, masyarakat dapat dibagi menjadi dua jenis masyarakat politik, yakni
masyarakat dengan konsentrasi senjata dan masyarakat dengan penyebaran senjata.
Di dalam masyarakat dengan konsentrasi senjata, semua senjata-senjata politik,
atau sekurang-kurangnya yang utama, dipegang oleh satu kelas atau kelompok
sosial. Seperti yang terdapat di dalam masyarakat feodal dan monarki, misalnya,
senjata utama pada masa itu — senjata-senjata militerdan kekayaan pemilikan
tanah— dikonsentrasikan di dalam tangan kaum aristokrat. Sedangkan di dalam
masyarakat dengan penyebaran senjata, senjata-senjata utama dibagi pada
beberapa kelas atau kategori kelas. Saat ini, di satu pihak, kaum kapitalis
memiliki kekayaan, yang dipakainya untuk kepentingan propaganda, dengan
demikian memegang unsur-unsur kekuasaan politik yang paling penting dalam
tangannya. Namun dipihak lain, kaum pekerja/buruh juga mempenyai kekuatan
dengan bentuk organisasi masa (partai-partai rakyat dan serikat buruh)
b) Perjuangan terbuka atau perjuangan
diam-diam
Perjuangan terbuka dalam konflik
politik dapat ditemukan pada negara yang menganut faham demokrasi. Dimana dalam
demokrasi konflik politik bersifat resmi atau diakui, seperti dalam kampanye,
pemilu, demonstrasi dan di parlemen. Biasanya kelompok-kelompok yang bertarung
dalam konflik politik ini adalah organisasi politik yang legal seperti partai.
Bagi organisasi yang tidak berorientasi kepada politis, mereka memiliki potensi
untuk berupaya mengejar tujuan-tujuan politiknya dengan cara yang ilegal.
Karena sifanya ilegal, maka perjuangannya dilakukan secara diam-diam. Fakta ini
dapat dilihat dari munculnya gerakan-gerakan bawah tanah yang berupaya untuk
merebut kekuasaan.
c) Pergolakan didalam rezim dan
perjuangan untuk mengontrol rezim
Dalam negara-negara demokrasi,
pergolakan politik terbuka tetap terbatas. Perbedaan dasar dalam hubungan ini
harus dibuat antara pergolakan di dalam dan perjuangan untuk merebut rezim.
Perbedaan antara perjuangan merebut rezim dan perjuangan di dalam rezim
berhubungan dengan konsep legitimasi. Konflik-konflik berada dalam kerangka
pemerintah, bilamana mayoritas para warga menganggap pemerintah tersebut
legitimete, bilamana ada konsensus tentang hal ini. Konflik tidak dapat
ditampung di dalam kerangka pemerintah kecuali ada konsensus tentang
legitimasinya. Apabila konsensus itu berantakan, ketika hanya sebagain
kelompok yang mengakui legitimasi pemerintah , maka akan muncul perjuangan
melawan rezim. Akibatnya, perju¬angan di dalam rezim dan perjuangan melawan
rezim bukanlah strategi alternatif yang bisa dipilih seseorang dalam suatu
suasana yang normal, tetapi dalam situasi tertentu. Bilamana konsensus politik
secara mendalam terbagi, maka situasi revolusioner menghasilkan per-juangan
melawan rezim. Perjuangan melawan suatu rezim bisa mengambil dua bentuk yang
berbeda-beda, tergantung dari apakah dia hanya memperhatikan tujuan-tujuan yang
harus dicapai atau juga cara-cara yang harus dipergunakan dalam mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Perjuangan melawan suatu rezim selalu berarti bahwa
sebagian warga negara tidak menerima lembaga-lembaga yang ada dan berjuang
untuk menggantikannya dengan lembaga-lembaga lain.
d) Strategi dua blok atau strategi
sentris
Perjuangan politik di dalam suatu
sistem dwi-partai berbeda dari perjuangan di dalam sistem multi-partai. Dalam
perjuangan sistem dwi partia mengambil bentuk duel, sedangkan dalam sistem
multi partai, sejumlah musuh saling berhadapan dan membentuk berbagai koalisi.
Perbedaan politik antara kiri dan kanan memungkinkan kita memperbandingkan
kedua situasi tersebut. Golongan politik “kanan” memilih sikap untuk menerima
tatanan sosial yang ada dan mereka secara relatif puas terhadap tatanan
tersebut, yang akhinya mereka putuskan untuk melanjutkannyas. Sedangkan
golongan “kiri” tidak menyukai tatanan sosial yang ada dan mau mengubahnya.
Namun, pada kenyataannya, strategi dua blok adalah bentuk sentrisme, karena
setiap blok dipaksa untuk mengorientasikan politiknya ke arah tengah.
e) kamuflase
Salah satu alat strategi yang
digunakan dalam setiap jenis rezim ialah kamuflase. Kamuflase merupakan upaya
untuk menyembunyikan tujuan-tujuan yang sebenarnya dan motif-motif aksi politik
yang sebenarnya di balik tujuan dan motif yang semu yang lebih populer,
dan karena itu, mengambil keuntungan dari dukungan rakyat yang lebih
besar. Alat ini dipakai oleh individu-individu, partai-partai, dan
kelompok-kelompok kepentingan di dalam perjuangannya untuk memenangkan atau mempengaruhi
kekuasaan. Dia juga dipakai oleh pemerintah untuk memperoleh kepatuhan dari
para warga dan untuk mengembangkan integrasi sosial dan politik yang nyata.
Kamuflase mempunyai beberapa bentuk diantranya ialah Teknik kamuflase yang
paling biasa adalah menutupi suatu tujuan yang kurang terhormat di balik
sesuatu yang lebih terhormat dalam hu-bungan dengan sistem nilai dari suatu
masyarakat tertentu
0 comments:
Post a Comment