Pola-pola
Komunikasi Politik
- Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
- Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
- Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
- Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).
- Faktor fisik (alam)
- Faktor teknologi
- Faktor ekonomis
- Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
- Faktor politis
Saluran
Komunikasi Politik
- Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’
Contoh :
komunikasi melalui media massa.
- Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
- Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
- Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya.
Komponen-komponen
Sistem Komunikasi Politik
- Lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya
- Institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya
- Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
- Aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler)
Sumber
(komunikator) dalam komunikasi politik
Individual
|
Kolektif
|
Pejabat
(birokrat)
|
Pemerintah
(birokrasi)
|
Politisi
|
Partai
politik
|
Pemimpin
opini
|
Organisasi
kemasyarakatan
|
Jurnalis
|
Media
massa
|
Aktivis
|
Kelompok
penekan
|
Lobbyist
|
Kelompok
elite
|
Pemimpin
|
Badan/perusahaan
komunikasi (media massa)
|
Komunikator
profesional
|
Komunikator
Politik
- Politisi, komunikator profesional, atau aktivis merupakan komunikator kunci dalam komunikasi politik
- Para politisi mewakili aktor yang berusaha memajukan kelompoknya
Skema Kerja
Komunikasi Politik
Untuk
mempermudah penjelasan, perlu kiranya diberikan sekadar skema proses komunikasi
politik. Skema tersebut berguna untuk melakukan analisis atas proses komunikasi
politik yang nanti akan dipelajari.
- Komunikator = Partisipan yang menyampaikan informasi politik
- Pesan Politik = Informasi, fakta, opini, keyakinan politik
- Media = Wadah (medium) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (misalnya surat kabar, orasi, konperensi pers, televisi, internet,
- Demonstrasi, polling, radio)
- Komunikan = Partisipan yang diberikan informasi politik oleh komunikator
- FeedBack = Tanggapan dari Komunikan atas informasi politik yang diberikan oleh komunikator
Secara operasional, komunikasi politik juga dapat dinyatakan sebagai proses penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu hingga memberikan efek (feedback).
Komunikator
dan Komunikan
Komunikator dalam proses komunikasi politik dapat
diposisikan oleh beragam pihak. Parlemen, partai politik, kelompok kepentingan,
warganegara, presiden, menteri, pengamat politik, dan lain sebagainya. Mereka
menjadi komunikator jika menjadi partisipan yang menyampaikan pesan-pesan
politik, dan berubah menjadi komunikan jika mereka berposisi sebagai penerima.
Partisan Bias. Dalam komunikasi politik dikenal istilah partisan
bias. Artinya, kecenderungan melebih-lebihkan posisi diri dan tindakan suatu
kelompok ketimbang kelompok lain. Partisan bias cenderung berakibat pada
ketidakakuratan fakta. Partisan bias tampak saat seorang anggota parlemen
memposisikan partainya lebih bagus dan komitmen pada kesejahteraan rakyat
ketimbang partai lain.
Demikian pula, komunikan dapat saja membelokkan
pemahaman atas apa yang disampaikan komunikator. Misalnya, ketika pemerintahan
SBY memberlakukan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dimaksudkan untuk
mencegah penyalahgunaan uang bantuan, sehingga dapat langsung dirasakan
penerima. Ini ditanggapi berbeda oleh lawan-lawan politik dan warganegara yang
kontra kebijakan tersebut, yang diwakili dengan pernyataan “pemerintah Cuma
mengalihkan perhatian dari ketidakmampuan mengurangi angka kemiskinan” dan
sejenisnya.
Media
Media menempati tempat strategis di dalam kajian komunikasi politik. Terlebih lagi, dunia kini tengah berada di peralihan antara Era Industrik menjadi Era Informasi. Informasi menjadi komoditi yang “laku” dipasarkan layaknya barang-barang seperti mobil, motor, sepeda, dan air conditioner. Dalam proses komunikasi pun, media memperoleh peranan yang semakin signifikan terutama setelah ditemukannya media-media baru akibat hasil perkembangan teknologi.
Contoh media adalah surat kabar (misalnya Kompas,
Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika), televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV
One, Al Jazeerah, CNN), website (detik.com, kompas-online, tempo-interaktif),
majalah (tempo, gatra), dan masih banyak lagi. Media-media tersebut memiliki
karakteristik berupa keunggulan maupun kelemahannya, dan ini dapat dijelaskan
melalui Teori Medium.
Media Bias. Media bias merupakan kecenderungan media untuk
melakukan pemberitaan secara tidak berimbang. Jika partisan bias dilakukan oleh
komunikator, maka media bias adalah kecenderungan media untuk tidak
memberitakan fakta secara berimbang. Apa yang disampaikan media akan diserap
oleh komunikan dan memunculkan FeedBack yang tidak akurat.
Medium Theory. Teori ini menjelaskan tentang alat yang digunakan
sebagai media penyampai pesan punya pengaruh besar atas sifat dan isi
komunikasi manusia. Marshall McLuhan lewat karya penelitiannya The Guttenberg
Galaxy (1962) menceritakan proses perubahan dari komunikasi “oral” menjadi
komunikasi tertulis (cetak). Revolusi alat cetak ini yang membuat ajaran
Protestantisme menyebar cepat ke seluruh penjuru Eropa. Selain itu, ia juga
menceritakan soal terjadinya peralihan dari komuniasi tercetak menjadi
elektronik. Komunikasi lewat media elektronik ini membuat manusia mampu
memahami dunia secara kolektif sehingga memunculkan apa yang disebutnya sebagai
Global Village (Desa Global).
Efek dari peristiwa “baku-hantam” di parlemen tentu
berbeda, jika dinikmati melalui media yang berbeda. Efek marah, kesal, atau
lucu lebih mudah muncul jika peristiwa tersebut kita saksikan melalui televisi
ketimbang surat kabar. McLuhan menyebut ini sebagai “hot” media dan “cold”
media. Televisi dan media elektronik lagi bersifat “hot” media, sementara surat
kabar bersifat “cold” media.
“Hot media” artinya komunikan harus menggali atau
mampu memperoleh makna lain setelah menyaksikan peristiwa “baku-hantam” melalui
televisi. Sementara itu, jika melalui surat kabar, pemaknaan terbatas pada
kalimat-kalimat yang ditulis wartawan. Variasi makna pada surat kabar dapat
diperoleh jika terdapat image (foto) dan itupun tidak terlalu banyak oleh sebab
keterbatasan tempat.
Media Logic. Media Logic adalah konsep yang mengindikasikan
pengaruh media untuk merepresentasikan peristiwa yang kita sebut sebagai
“realitas.” Media sebab itu dapat mengkonstruksi peristiwa dan hasil rekaannya,
setelah dipublikasi, dinyatakan sebagai kenyataan yang sesunggunya. Contoh dari
ini adalah film Pemberontakan G30S/PKI yang diproduksi pemerintah Orde Baru.
Film ini mengkonstruksi peristiwa “pemberontakan” yang didalangi oleh PKI. Film
tersebut terus diputar setiap tanggal 30 September di Indonesia, setiap tahun.
Akhirnya, masyarakat mengira bahwa itulah kejadian pemberontakan yang
sebenarnya.
Media logic ini dipertentangkan dengan Party Logic,
sebagai pola yang lebih “tua”. Party logic adalah konstruksi realitas oleh
partai politik melalui penerbitan partai, seperti surat kabar, majalah, ataupun
pamflet. Kini, party logic mendapat desakan yang kuat dari media, yang sebagian
besar dimiliki oleh para pengusaha. Konstruksi realitas sebab itu semakin sulit
untuk dikendalikan oleh partai politik.
Editorial. Editorial adalah pokok-pokok pikiran yang dibuat oleh
dewan redaksi suatu media di dalam setiap edisi penerbitan. Surat kabar seperti
Kompas memuatnya dalam kolom Tajuk Rencana dan Kartunnya. Editorial ini
menjelaskan posisi media dalam isu-isu penting suatu penerbitan. Metro TV
(pemberitaan elektronik) memuat Editorialnya setiap pagi hari, yang berisikan
pokok-pokok masalah yang harus dicermati dan mengajak masyarakat berpikir akan
masalah tersebut.
Pesan
Politik
Pesan politik adalah isu-isu yang disampaikan
komunikator kepada komunikan. Diyakini bahwa komunikator politik selalu
“merekayasa” pesan politik sebelum itu disampaikan kepada komunikan. Artinya,
suatu pesan tidak pernah dibuat secara sembarang oleh sebab seluruh komunikator
percaya selalu ada FeedBack dalam setiap komentar mereka. Penentuan isu ini
berkait dengan konsep-konsep Manajemen Isu dan Kepemilikan Isu.
Manajemen Isu. Manajemen isu adalah istilah untuk menggambarkan
langkah-langkah strategis komunikator politik guna mempengaruhi kebijakan
publik seputar masalah-masalah yang tengah hangat dipertikaikan masyarakat.
Dalam kasus kenaikan harga BBM misalnya, PDIP berusaha mengambil simpati
warganegara dengan secara terang-terangan menolak kebijakan tersebut meskipun
akhirnya kenaikan tersebut tidak bisa dicegah. Sebagai partai yang tidak
terserap ke dalam pemerintahan, PDIP hadir dengan isu-isu yang “mengkritis”
kebijakan-kebijakan pemerintahan SBY.
Sebab itu, komunikator politik selalu membicarakan
isu-isu “hangat” ketimbang isu-isu “dingin.” Misalnya, kini hampir tidak ada
partai politik yang berbicara tentang “orang hilang” atau “lumpur Lapindo”.
Isu-isu tersebut hampir dapat disebut sebagai isu “dingin” dan jika dibicarakan
pada publik maka tidak akan meningkatkan popularitas partai di mata masyarakat.
Kepemilikan Isu. Kepemilikan isu terjadi ketika pemilih yang beragam
menganggap bahwa partai atau komunikator politik tertentu lebih layak untuk
membawakan isu itu ketimbang pihak lain. Hal ini diketahui secara baik oleh PKS,
misalnya, bahwa isu-isu Islam sudah jenuh diserahkan masyarakat pada
partai-partai Islam lain seperti PPP, PKB, PAN, atau PBB. Masyarakat
kemungkinan sekarang menganggap kepemilikan isu Islam terletak pada PKS.
Proses
Komunikasi Politik.
Pada tahun 1948, ilmuan politik, Harold D. Laswell mengemukakan bahwa cara mudah untuk menggambarkan proses komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut ini:
Who
Says What (apa yang dibicarakan)
In which channel (menggunakan saluran apa)
To Whom (kepada siapa)
With what effect (bagaimana pengaruhnya).
Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang biasa terdapat dalam semua komunikasi yaitu adanya:
Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
Menurut Dan Nimmo, Laswellian Formula merupakan formula paling sederhana yang bisa dipakai untuk memahami proses komunikasi politik. Namun Nimmo menilai masih ada dua kekurangan dari rumusan yang dikemukakan Laswell, yakni :
- Kekurangan pertama terletak pada ” pernyataan dari seseorang kepada seseorang” yang menyiratkan proses komunikasi berlangsung linear. Dalam kenyataannya, komunikasi merupakan tindakan bersama yang yang berlangsung simultan dan silkular antara seseorang dengan orang lain.
- Kekurangan kedua adalah penjelasan laswell yang menyiratkan bahwa komunikasi adalah struktur berunsur lima. Dalam kenyatannya tidak ada demarkasi atau perbatasan diantara bagian- bagian proses komunikasi.
Adapun model komunikasi yang disebutkan di atas diantaranya:
1. Model komunikasi linier
Komunikasi dianggap sebagai suatu
fungsi linear, karena seseorang mengomunikasikan pesan-pesannya melalui saluran
kepada seorang penerima, yang kemudian memberikan umpan balik kepada pengirim.
Model linear ini dikembangkan oleh claude Shannon dan waren weaver (1949) atas
dasar suatu model mekanis telepon.
2. Teori peluru
Model komunikasi massa dikenal
sebagai “peluru” atau “jarum suntik”, media massa dianggap sangat perkasa
dengan efek yang langsung, dan segera pada khalayak. Komunikator menggunakan
media massa untuk menembaki khalayak dengan pesan-pesan persuasif yang tidak
dapat mereka tahan. Akan tetapi setelah perang dunia kedua, model peluru kian
ditinggalkan, karena khalayak tidaklah pasif seperti peluru, akan tetapi mereka
aktif dalam memilih dari isi media massa.
3. Model komunikasi sirkuler
Komunikasi merupakan sebuah proses,
orientasi pengertian komunikasi sebagai suatu proses adalah bahwa komunikasi
itu proses yang kompleks, berlanjut/continue dan tidak bisa berubah dengan
sendirinya. Itulah yang menyebabkan bahwa komunikasi selalu berkembang dari
waktu ke waktu.Berbicara tentang proses komunikasi tidak lepas dari pola atau
bentuk komunikasi yang digunakan,dan factor yang mempengaruhinya serta saluran
komunikasi politik apa saja yang digunakan.
Pola-pola Komunikasi Politik
1. Pola komunikasi vertikal (top down,
dari pemimpin kepada yang dipimpin)
2. Pola komunikasi horizontal (antara
individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
3. Pola komunikasi formal (komunikasi
melalui jalur-jalur organisasi formal)
4. Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui
pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur
organisasi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
1. Faktor fisik (alam)
2. Faktor teknologi
3. Faktor ekonomi
4. Faktor sosiokultural (pendidikan,
budaya)
5. Faktor politis
Saluran Komunikasi Politik
1. Komunikasi Massa yaitu komunikasi
’satu-kepada-banyak’. Contoh : komunikasi melalui media massa.
2. Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam
rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara
antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
3. Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi
’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi
Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
4. Komunikasi Organisasi yaitu gabungan
komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka,
contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara
contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter,
lokakarya
--------------------------------------------------------------------------
Referensi
- R.M. Perloff, Political Communication: Politics, Press, and Public in America (New Jersey and London : Lawrence Erlbaum, 1998)
- Dennis McQuail, Political Communication, dalam Mary Hawkesworth and Maurice Kogan, Encyclopedia of Government and Politics, Volume 1, (London: Routledge, 1992)
- Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California: Sage Publications, 2008)
tags:
pengertian komunikasi politik komunikator komunikan pesan politik agenda setting media logic videomalaise konsep media bias konsep partisan bias pengertian komunikasi politik komunikator komunikan pesan politik pengertian komunikasi politik
pengertian komunikasi politik komunikator komunikan pesan politik agenda setting media logic videomalaise konsep media bias konsep partisan bias pengertian komunikasi politik komunikator komunikan pesan politik pengertian komunikasi politik
0 comments:
Post a Comment