Tuesday, January 05, 2016

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik



Pola-pola Komunikasi Politik
  1. Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
  2. Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
  3. Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
  4. Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
  1. Faktor fisik (alam)
  2. Faktor teknologi
  3. Faktor ekonomis
  4. Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
  5. Faktor politis
Saluran Komunikasi Politik
  1. Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’
Contoh : komunikasi melalui media massa.
  1. Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
  2. Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
  3. Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya.


Komponen-komponen Sistem Komunikasi Politik
  1. Lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya
  2. Institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya
  3. Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
  4. Aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler)







 Sumber (komunikator) dalam komunikasi politik
Individual
Kolektif
Pejabat (birokrat)
Pemerintah (birokrasi)
Politisi
Partai politik
Pemimpin opini
Organisasi kemasyarakatan
Jurnalis
Media massa
Aktivis
Kelompok penekan
Lobbyist
Kelompok elite
Pemimpin
Badan/perusahaan komunikasi (media massa)
Komunikator profesional


Komunikator Politik
  1. Politisi, komunikator profesional, atau aktivis merupakan komunikator kunci dalam komunikasi politik
  2. Para politisi mewakili aktor yang berusaha memajukan kelompoknya
Skema Kerja Komunikasi Politik

Untuk mempermudah penjelasan, perlu kiranya diberikan sekadar skema proses komunikasi politik. Skema tersebut berguna untuk melakukan analisis atas proses komunikasi politik yang nanti akan dipelajari.






  • Komunikator = Partisipan yang menyampaikan informasi politik
  • Pesan Politik = Informasi, fakta, opini, keyakinan politik
  • Media = Wadah (medium) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (misalnya surat kabar, orasi, konperensi pers, televisi, internet,
  • Demonstrasi, polling, radio)
  • Komunikan = Partisipan yang diberikan informasi politik oleh komunikator
  • FeedBack = Tanggapan dari Komunikan atas informasi politik yang diberikan oleh komunikator


            Secara operasional, komunikasi politik juga dapat dinyatakan sebagai proses penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu hingga memberikan efek (feedback).

Komunikator dan Komunikan

Komunikator dalam proses komunikasi politik dapat diposisikan oleh beragam pihak. Parlemen, partai politik, kelompok kepentingan, warganegara, presiden, menteri, pengamat politik, dan lain sebagainya. Mereka menjadi komunikator jika menjadi partisipan yang menyampaikan pesan-pesan politik, dan berubah menjadi komunikan jika mereka berposisi sebagai penerima.

Partisan Bias. Dalam komunikasi politik dikenal istilah partisan bias. Artinya, kecenderungan melebih-lebihkan posisi diri dan tindakan suatu kelompok ketimbang kelompok lain. Partisan bias cenderung berakibat pada ketidakakuratan fakta. Partisan bias tampak saat seorang anggota parlemen memposisikan partainya lebih bagus dan komitmen pada kesejahteraan rakyat ketimbang partai lain.

Demikian pula, komunikan dapat saja membelokkan pemahaman atas apa yang disampaikan komunikator. Misalnya, ketika pemerintahan SBY memberlakukan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan uang bantuan, sehingga dapat langsung dirasakan penerima. Ini ditanggapi berbeda oleh lawan-lawan politik dan warganegara yang kontra kebijakan tersebut, yang diwakili dengan pernyataan “pemerintah Cuma mengalihkan perhatian dari ketidakmampuan mengurangi angka kemiskinan” dan sejenisnya.

Media

            Media menempati tempat strategis di dalam kajian komunikasi politik. Terlebih lagi, dunia kini tengah berada di peralihan antara Era Industrik menjadi Era Informasi. Informasi menjadi komoditi yang “laku” dipasarkan layaknya barang-barang seperti mobil, motor, sepeda, dan air conditioner. Dalam proses komunikasi pun, media memperoleh peranan yang semakin signifikan terutama setelah ditemukannya media-media baru akibat hasil perkembangan teknologi.

Contoh media adalah surat kabar (misalnya Kompas, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika), televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV One, Al Jazeerah, CNN), website (detik.com, kompas-online, tempo-interaktif), majalah (tempo, gatra), dan masih banyak lagi. Media-media tersebut memiliki karakteristik berupa keunggulan maupun kelemahannya, dan ini dapat dijelaskan melalui Teori Medium.

Media Bias. Media bias merupakan kecenderungan media untuk melakukan pemberitaan secara tidak berimbang. Jika partisan bias dilakukan oleh komunikator, maka media bias adalah kecenderungan media untuk tidak memberitakan fakta secara berimbang. Apa yang disampaikan media akan diserap oleh komunikan dan memunculkan FeedBack yang tidak akurat.

Medium Theory. Teori ini menjelaskan tentang alat yang digunakan sebagai media penyampai pesan punya pengaruh besar atas sifat dan isi komunikasi manusia. Marshall McLuhan lewat karya penelitiannya The Guttenberg Galaxy (1962) menceritakan proses perubahan dari komunikasi “oral” menjadi komunikasi tertulis (cetak). Revolusi alat cetak ini yang membuat ajaran Protestantisme menyebar cepat ke seluruh penjuru Eropa. Selain itu, ia juga menceritakan soal terjadinya peralihan dari komuniasi tercetak menjadi elektronik. Komunikasi lewat media elektronik ini membuat manusia mampu memahami dunia secara kolektif sehingga memunculkan apa yang disebutnya sebagai Global Village (Desa Global).

Efek dari peristiwa “baku-hantam” di parlemen tentu berbeda, jika dinikmati melalui media yang berbeda. Efek marah, kesal, atau lucu lebih mudah muncul jika peristiwa tersebut kita saksikan melalui televisi ketimbang surat kabar. McLuhan menyebut ini sebagai “hot” media dan “cold” media. Televisi dan media elektronik lagi bersifat “hot” media, sementara surat kabar bersifat “cold” media.

“Hot media” artinya komunikan harus menggali atau mampu memperoleh makna lain setelah menyaksikan peristiwa “baku-hantam” melalui televisi. Sementara itu, jika melalui surat kabar, pemaknaan terbatas pada kalimat-kalimat yang ditulis wartawan. Variasi makna pada surat kabar dapat diperoleh jika terdapat image (foto) dan itupun tidak terlalu banyak oleh sebab keterbatasan tempat.

Media Logic. Media Logic adalah konsep yang mengindikasikan pengaruh media untuk merepresentasikan peristiwa yang kita sebut sebagai “realitas.” Media sebab itu dapat mengkonstruksi peristiwa dan hasil rekaannya, setelah dipublikasi, dinyatakan sebagai kenyataan yang sesunggunya. Contoh dari ini adalah film Pemberontakan G30S/PKI yang diproduksi pemerintah Orde Baru. Film ini mengkonstruksi peristiwa “pemberontakan” yang didalangi oleh PKI. Film tersebut terus diputar setiap tanggal 30 September di Indonesia, setiap tahun. Akhirnya, masyarakat mengira bahwa itulah kejadian pemberontakan yang sebenarnya.

Media logic ini dipertentangkan dengan Party Logic, sebagai pola yang lebih “tua”. Party logic adalah konstruksi realitas oleh partai politik melalui penerbitan partai, seperti surat kabar, majalah, ataupun pamflet. Kini, party logic mendapat desakan yang kuat dari media, yang sebagian besar dimiliki oleh para pengusaha. Konstruksi realitas sebab itu semakin sulit untuk dikendalikan oleh partai politik.

Editorial. Editorial adalah pokok-pokok pikiran yang dibuat oleh dewan redaksi suatu media di dalam setiap edisi penerbitan. Surat kabar seperti Kompas memuatnya dalam kolom Tajuk Rencana dan Kartunnya. Editorial ini menjelaskan posisi media dalam isu-isu penting suatu penerbitan. Metro TV (pemberitaan elektronik) memuat Editorialnya setiap pagi hari, yang berisikan pokok-pokok masalah yang harus dicermati dan mengajak masyarakat berpikir akan masalah tersebut.

Pesan Politik

Pesan politik adalah isu-isu yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Diyakini bahwa komunikator politik selalu “merekayasa” pesan politik sebelum itu disampaikan kepada komunikan. Artinya, suatu pesan tidak pernah dibuat secara sembarang oleh sebab seluruh komunikator percaya selalu ada FeedBack dalam setiap komentar mereka. Penentuan isu ini berkait dengan konsep-konsep Manajemen Isu dan Kepemilikan Isu.

Manajemen Isu. Manajemen isu adalah istilah untuk menggambarkan langkah-langkah strategis komunikator politik guna mempengaruhi kebijakan publik seputar masalah-masalah yang tengah hangat dipertikaikan masyarakat. Dalam kasus kenaikan harga BBM misalnya, PDIP berusaha mengambil simpati warganegara dengan secara terang-terangan menolak kebijakan tersebut meskipun akhirnya kenaikan tersebut tidak bisa dicegah. Sebagai partai yang tidak terserap ke dalam pemerintahan, PDIP hadir dengan isu-isu yang “mengkritis” kebijakan-kebijakan pemerintahan SBY.

Sebab itu, komunikator politik selalu membicarakan isu-isu “hangat” ketimbang isu-isu “dingin.” Misalnya, kini hampir tidak ada partai politik yang berbicara tentang “orang hilang” atau “lumpur Lapindo”. Isu-isu tersebut hampir dapat disebut sebagai isu “dingin” dan jika dibicarakan pada publik maka tidak akan meningkatkan popularitas partai di mata masyarakat.

Kepemilikan Isu. Kepemilikan isu terjadi ketika pemilih yang beragam menganggap bahwa partai atau komunikator politik tertentu lebih layak untuk membawakan isu itu ketimbang pihak lain. Hal ini diketahui secara baik oleh PKS, misalnya, bahwa isu-isu Islam sudah jenuh diserahkan masyarakat pada partai-partai Islam lain seperti PPP, PKB, PAN, atau PBB. Masyarakat kemungkinan sekarang menganggap kepemilikan isu Islam terletak pada PKS.

Proses Komunikasi Politik.

            Pada tahun 1948, ilmuan politik, Harold D. Laswell mengemukakan bahwa cara mudah untuk menggambarkan proses komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut ini:

 Who
 Says What (apa yang dibicarakan)

 In which channel (menggunakan saluran apa)

 To Whom (kepada siapa)

 With what effect (bagaimana pengaruhnya).

Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang biasa terdapat dalam semua komunikasi yaitu adanya:

 Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
 Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

            Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
 Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

 Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

Menurut Dan Nimmo, Laswellian Formula merupakan formula paling sederhana yang bisa dipakai untuk memahami proses komunikasi politik. Namun Nimmo menilai masih ada dua kekurangan dari rumusan yang dikemukakan Laswell, yakni :
  • Kekurangan pertama terletak pada ” pernyataan dari seseorang kepada seseorang” yang menyiratkan proses komunikasi berlangsung linear. Dalam kenyataannya, komunikasi merupakan tindakan bersama yang yang berlangsung simultan dan silkular antara seseorang dengan orang lain. 
  • Kekurangan kedua adalah penjelasan laswell yang menyiratkan bahwa komunikasi adalah struktur berunsur lima. Dalam kenyatannya tidak ada demarkasi atau perbatasan diantara bagian- bagian proses komunikasi.


Adapun model komunikasi yang disebutkan di atas diantaranya:
1.      Model komunikasi linier
Komunikasi dianggap sebagai suatu fungsi linear, karena seseorang mengomunikasikan pesan-pesannya melalui saluran kepada seorang penerima, yang kemudian memberikan umpan balik kepada pengirim. Model linear ini dikembangkan oleh claude Shannon dan waren weaver (1949) atas dasar suatu model mekanis telepon.
2.      Teori peluru
Model komunikasi massa dikenal sebagai “peluru” atau “jarum suntik”, media massa dianggap sangat perkasa dengan efek yang langsung, dan segera pada khalayak. Komunikator menggunakan media massa untuk menembaki khalayak dengan pesan-pesan persuasif yang tidak dapat mereka tahan. Akan tetapi setelah perang dunia kedua, model peluru kian ditinggalkan, karena khalayak tidaklah pasif seperti peluru, akan tetapi mereka aktif dalam memilih dari isi media massa.
3.      Model komunikasi sirkuler
            Komunikasi merupakan sebuah proses, orientasi pengertian komunikasi sebagai suatu proses adalah bahwa komunikasi itu proses yang kompleks, berlanjut/continue dan tidak bisa berubah dengan sendirinya. Itulah yang menyebabkan bahwa komunikasi selalu berkembang dari waktu ke waktu.Berbicara tentang proses komunikasi tidak lepas dari pola atau bentuk komunikasi yang digunakan,dan factor yang mempengaruhinya serta saluran komunikasi politik apa saja yang digunakan.


Pola-pola Komunikasi Politik
1.      Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
2.      Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
3.      Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
4.       Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).


Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
1.      Faktor fisik (alam)
2.      Faktor teknologi
3.       Faktor ekonomi
4.      Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
5.      Faktor politis


Saluran Komunikasi Politik
1.      Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’. Contoh : komunikasi melalui media massa.
2.      Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
3.       Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
4.      Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya



--------------------------------------------------------------------------
Referensi
  1. R.M. Perloff, Political Communication: Politics, Press, and Public in America (New Jersey and London : Lawrence Erlbaum, 1998)
  2. Dennis McQuail, Political Communication, dalam Mary Hawkesworth and Maurice Kogan, Encyclopedia of Government and Politics, Volume 1, (London: Routledge, 1992)
  3. Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California: Sage Publications, 2008)
tags:
pengertian komunikasi politik komunikator komunikan pesan politik agenda setting media logic videomalaise konsep media bias konsep partisan bias pengertian komunikasi politik komunikator komunikan pesan politik pengertian komunikasi politik

0 comments: