Saturday, September 12, 2015

Makalah Ekonomi Kerakyatan Sebagai Landasan Perekonomian Indonesia




BAB 1
PENDAHULUAN

            Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pengejawantahan dari amanat Undang Undang Dasar 1945 tersebut, khususnya yang berkaitan dengan frasa “memajukan kesejahteraan umum,” pada hakekatnya merupakan tugas semua elemen bangsa, yakni rakyat di segala lapisan di bawah arahan pemerintah. Tidak terlalu salah jika, mengacu pada definisi tujuan pendirian negara yang mulia tersebut, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia harus dicapai dengan menerapkan prinsip “dari, oleh, dan untuk rakyat.”
Konsep tersebut telah jauh-jauh hari dipikirkan oleh Bung Hatta (wakil presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia). Beliau, bahkan jauh sebelum Schumacher (yang terkenal dengan bukunya Small is Beautiful, dan Amartya Sen) pemenang Nobel 1998 Bidang Ekonomi, berpendapat bahwa ekonomi kerakyatan merupakan bentuk perekenomian yang paling tepat bagi bangsa Indonesia (Nugroho, 1997). Orientasi utama dari ekonomi kerakyatan adalah rakyat banyak, bukan sebagian atau sekelompok kecil orang. Pandangan tersebut lahir, menurut Baswir (2006), jauh sebelum Indonesia merdeka. Bung Hatta melalui artikelnya yang berjudul “Ekonomi Rakyat” yang diterbitkan dalam harian Daulat Rakyat (20 November 1933), mengekspresikan kegundahannya melihat kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah penindasan pemerintah Hindia Belanda. Dapat dikatakan bahwa “kegundahan” hati Bung Hatta atas kondisi ekonomi rakyat Indonesia—yang waktu itu masih berada di bawah penjajahan Belanda, merupakan cikal bakal dari lahirnya, katakanlah demikian, konsep ekonomi kerakyatan.

Dilain pihak konsep pembangunan yang selama ini diterapkan belum mampu menjawab tuntutan-tuntutan yang menyangkut keadilan dan pemerataan serta keberpihakannya kepada masyarakat, sehingga pembangunan yang digagas belum mampu mengangkat penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.  Upaya meningkatkan keberpihakan pembangunan kepada kepentingan masyarakat, sepertinya tidak dapat dilepaskan dari upaya pemberdayaan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan dimaksud. Berbagai kendala dalam penerapan disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menyikapi tentang pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya.a dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
            Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat.
            Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan pembeli .
            Secara sederhana pembangunan selalu didefinisikan sebagai suatu proses yang dinamis menuju keadaan sosial ekonomi yang lebih baik atau yang lebih modern. Batasan tersebut jelas menggambarkan bahwa pembangunan merupakan  suatu gejala sosial yang berdimensi banyak dan haruslah didekati dari berbagai disiplin ilmu.
Salah satunya yang mendukung pemikiran tersebut adalah Tjokroamidjojo, 1990, dalam tulisan Bambang sutrisno, Akses Peran Serta Masyarakat, mengemukakan bahwa pembangunan negara-negara di Asia hanya bisa berlangsung bila persyaratan-persyaratan politis dan sosial terpenuhi.
Disamping itu Michael P. Todaro dalam Pengembangan Koperasi, Kumpulan karangan Thoby Mutis, mengemukakan pula bahwa Ilmu ekonomi hendaknya berdimensi luas tidak hanya berkaitan upaya melakukan pilihan terhadap sumberdaya yang terbatas, meminimalisasi biaya, memaksimalisasi hasil atau  manfaat, tetapi harus pula menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan upaya agar mayoritas masyarakat miskin di negara berkembang mendapat perbaikan taraf hidup sejalan dengan realisasi dari beraneka ragam potensi mereka sebagai manusia.


BAB II
PEMBAHASAN
1.   Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya.a dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
      Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat.
      Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan pembeli .
2.   Substansi Sistem Ekonomi Kerakyatan
      Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945, dapat dirumuskan perihal substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut.
1.   Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional, tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian.”
2.   Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar di Indonesia.
3.   Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat.Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan
      Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:
1.   Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota   masyarakat.
2.   Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
3.   Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
4.   Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
5.   Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.
3.   Pilar pilar ekonomi kerakyatan.
      Revrisond Baswir (2005) menyebutkan beberapa pilar demokratisasi ekonomi, yaitu:
a)   Peranan vital negara (pemerintah). Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD         1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
b)   Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan. Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
c)   Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi). Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
d)   Pemerataan penguasaan faktor produksi. Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
e)   Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan. Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia.

D. Ekonomi Kerakyatan Sebagai Tonggak Kebangkitan Perekonomian Indonesia
 Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan sosial mencakup perlu adanya penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi, adanya pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural dan adanya pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
      Salah satu cermin dari sistem ekonomi kerakyatan adalah Koperasi. Koperasi mengutamakan kesejahteraan bagi anggotanya, hanya saja saat ini eksistensi Koperasi itu sendiri telah meredup seiring dengan perkembangan di era Pasar berbas saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu ekonomi “Mazhab Amerika”, pulang ke negerinya dengan penguasaan peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan menerapkan kebijakan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan, yang menurut mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Keangkuhan dari pakar-pakar ekonomi dan komitmen mereka pada kebijakan ekonomi gaya Amerika merupakan kemewahan yang tak lagi dapat ditoleransi Indonesia. Praktek-praktek perilaku yang diajarkan paham ekonomi yang demikian, dan upaya mempertahankannya berdasarkan pemahaman yang tidak lengkap dari perekonomian, hukum, dan sejarah bangsa Amerika, mengakibatkan terjadinya praktek-praktek yang keliru secara intelektual yang harus dibayar mahal oleh Indonesia.
      Pola pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan sudah harus dibuang, bagaimana tidak? jika terbukti menyengsarakan rakyat dan menimbulkan ekses ketidakadilan. Sekarang kita harus beralih pada strategi pembangunan yang dapat dinikmati seluruh rakyat secara adil dan merata. Strategi yang berbasis pemerataan yang diikuti pertumbuhan lebih menjamin keberlanjutan pembangunan, dimana dalam strategi tersebut sangat dibutuhkan adanya keberpihakan pada rakyat artinya pembangunan harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan dan program yang dirancang harus menyentuh masyarakat serta mengatasi masalah serta sesuai kebutuhan rakyat, harus mengikutsertakan dan dilaksanakan sendiri oleh rakyat sehingga bukan lagi kebijaksanaan pembangunan ekonomi dari atas ke bawah ( top dowm) seperti pada masa Orba malainkan pembangunan alternatif yang bersifat dari bawah ke atas (buttom up), menciptakan sistem kemitraan yang saling menguntungkan, menghindari kegiatan eksploitasi keberadaan usaha kecil menengah dan koperasi untuk kepentingan pengusaha besar. Hal ini perlu ditegaskan karena kemenangan dalam pergulatan perdagangan pasar bebas tidak akan tercapai tanpa adanya rasa kebersamaan dan kesatuan di kalangan duSelain itu ekonomi kerakyatan akan menciptakan lingkungan dunia usaha yang bersahabat, ketidak adilan akan terhapus dari benak rakyat, karena kebutuhan pokok mereka tercukupi, kelompok masyarakat yang secara massal mempunyai daya beli tinggi, ekonomi rakyat membaik, maka potensi pasar produk-produk industri besar, menengah dan kecil pun meningkat.
Dengan demikian roda perekonomian pun akan bergulir ke arah normal. Proses industrialisasi sebaiknya dimulai dari daerah pedesaan berdasarkan potensi unggulan daerah masing-masing dengan orientasi pasar dan ini sejalan dengan era otonomi daerah yang merupakan realitas mayoritas penduduk Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi setempat. Berkembangnya kegiatan sosial ekonomi pedesaan akan membuat desa berkembang menjadi jaringan unggulan perekonomian bangsa yang didukung infra struktur dan fasilitas lainnya seperti pusat-pusat transaksi (pasar) yang terjalin erat dengan kota-kota atau pintu gerbang pasar internasional. Jalinan ekonomi desa dan kota ini harus dijaga secara lestari dan dalam proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industri berskala besar yang mengambil lahan subur, merusak lingkungan, menguras sumber daya dan mendatangkan tenaga kerja dari luar.
      Dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan harus benar-benar fokus pada penciptaan kelas pedagang / wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan tangguh. Untuk merealisaskannya, pemerintah seharusnya mengalokasikan anggaran yang lebih besar dan memadai bagi pengembangan usaha kecil dan menengah ini. Inilah peran yang harus dimainkan pemerintah dalam megentaskan rakyat dari kemiskinan menghadapi krisis ekonomi. Adanya kemauan politik pemerintah untuk membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan merupakan modal utama bagi bangsa untuk bangkit kembali menata perekonomian bangsa yang sedang terpuruk ini. Dalam pelaksnaannya pemerintahan harus diisi oleh orang-orang yang memiliki komitmen kerakyatan yang kuat karena mereka akan berjuang mengangkat kembali kehidupan rakyat yang miskin menuju sejahteraan karena kesalahan dalam memilih orang pada posisi-posisi penting ekonomi akan memperpanjang daftar penderitaan rakyat, jika mereka tidak memiliki simpati yang ditingkatkan menjadi empati terhadap denyut nadi kehidupan rakyat dengan menyederhanakan birokrasi dalam berbagai perizinan, menghapus berbagai pungutan dan retribusi yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, menciptakan rasa aman dan sebagainya yang akan menghasilkan suasana kondusif bagi dunia usaha untuk meningkatkan kinerjanya.
      Disisi lain rakyat sendiri harus mampu mengubah mentalnya dari keinginan menjadi pegawai menjadi mental usahawan yang mandiri, untuk itu peningkatan sumberdaya manusia melalui berbagai pendidikan dan pelatihan menjadi penting karena dalam meningkatkan ekonomi rakyat diperlukan adanya mental wiraswasta yang tangguh dan mampu bersaing dalam dunia bisnis di era pasar bebas. Sehingga rakyat harus bisa menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja. Makin besar dan berkembang usaha mereka akan makin banyak tenaga kerja tersalurkan. Ini tentu menjadi sumbangan yang tidak kecil bagi penciptaan lapangan kerja baru dan pengurangan jumlah pengangguran.
     
      Mari kita bersama-sama untuk menghidupkan kembali ekonomi kerakyatan yang mnjadi tonggak kebangkitan perekonomian bangsa kita ditengah-tengah arus pasar bebas saat ini dengan semangat berwirausaha, jangan hanya bisa bergantung sepenuhnya pada pemerintah tetapi bagaimana kita belajar untuk menjadi masyarakat yang mandiri demi keberlangsungan kita bersama.


            Selain itu Coralie Bryant & Louise G White dalam bukunya Manajemen Pembangunan mengemukakan pula bahwa pembangunan merupakan suatu peningkatan kapasitas untuk mempengaruhi  masa depan. Hal tersebut mempunyai beberapa implikasi tertentu yaitu pertama, memberikan perhatian terhadap kapasitas, yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan dan tenaga guna membuat perubahan tersebut, kedua pembangunan harus mencakup keadilan, perhatian yang berat sebelah kepada kelompok tertentu akan memecah belah masyarakat dan mengurangi kapasitasnya. Ketiga, penumbuhan kuasa dan wewenang dalam pengertian bahwa hanya jika masyarakat mempunyai kuasa dan wewenang tertentu maka mereka akan menerima manfaat pembangunan. Dan akhirnya pembangunan berarti perhatian yang bersungguh-sungguh  terhadap saling ketergantungan di dunia serta perlunya menjamin bahwa masa depan dapat ditunjang kelangsungannya.
Dari berbagai konsep tersebut terlihat bahwa pembangunan tidak dapat didekati hanya dengan perubahan ekonomi, tapi secara umum pembangunan juga harus mampu menciptakan suatu kondisi yang dapat menjamin keadaan sosial masyarakat yang berkeadilan, kapasitas masyarakat yang dapat berkembang dengan pemberian wewenang dan kekuasaan, serta lingkungan yang terjamin kesalingtergantungannya.
Bila dilihat lebih jauh perkembangan pemikiran teori pembangunan nasional berdasarkan pendekatan ekonomi dapat dibagi menjadi 3 aliran yang secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Aliran Klasik :

            Merupakan suatu sistem ekonomi yang menyerahkan seluruh proses kepada mekanisme ekonomi secara alamiah, tanpa campur tangan pemerintah. Mekanisme pembentukan harga akan membawa segala hubungan  ekonomi secara otomatis ke kurva keseimbangan. Teori ini akan baik hasilnya apabila dunia memenuhi persyaratan-persyaratan yang memungkinkan setiap individu memiliki peran yang sama dalam iklim laissez faire. Kenyataannya kaum kapitalis kedudukannya kuat dan memiliki alat produksi dan mempunyai kebebasan untuk menyusun kekuatan, sementara masyarakat umumnya memiliki kedudukan dan posisi yang lemah.
2.      Aliran  Keynesian :

            Perhatian teori ini terpusat pada pemecahan masalah jangka pendek yang tengah dihadap yaitu depresi dan pengangguran. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah perlu melakukan kebijakan menyangkut kebijakan fiskal dan moneter untuk melepaskan masyarakat dari depresi ekonomi, mendorong investasi, menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan.




3. Aliran Neo Klasik :

            Aliran ini memandang bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh pertambahan dalam penawaran faktor produksi dan kemajuan teknologi.
Teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik umumnya di dasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb & Paul Douglas yang terkenal dengan istilah ”Cobb-Douglas Production function ”

            Pembangunan umumnya dilihat sebagai perubahan secara terencana struktur produksi dan penciptaan lapangan pekerjaan sehingga bagian dari sektor pertanian menurun sementara bagian dari sektor pabrikasi (manufaktur) dan jasa meningkat. Oleh karena itu, strategi pembangunan lazimnya dipusatkan pada  industrialisasi di wilayah dipusatkan  pada industrialisasi di wilayah perkotaan  yang mengalami perkembangan pesat, dan sering sekali dengan mengorbankan pembangunan pertanian di wilayah pedesaan.
Dari uraian diatas maka secara umum dapat dikatakan bahwa pembangunan selalu dilihat sebagai fenomena ekonomis yang diukur dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Masalah kemiskinan, pengangguran dan distribusi pendapatan merupakan hal penting kedua untuk menciptakan pertumbuhan yang diharapkan.

            Definisi pembangunan seperti ini dikenal dengan istilah Teori Rostow yang dalam istilah ekonomi lebih dikenal dengan istilah trickle down effect theori, dimana hasil pembangunan atau pertumbuhan ekonomi tersebut akan menetes ke bawah dalam bentuk penciptaan lapangan pekerjaan maupun peluang-peluang ekonomis lainnya.
Kenyataan memperlihatkan konsep pembangunan tersebut tidak mampu menciptakan peluang ekonomi kepada masyarakat pada umumnya sebagaimana yang dikemukakan dalam pandangan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu ada upaya lain yang dilakukan agar pembangunan tersebut dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.









BAB III
PENUTUP
            Ekonomi kerakyatan merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produktivitas barang dan juga mengurangi pengangguran dan membuka lapangan kerja baru. Selain itu juga pemerintah juga ikut menyediakan pinjaman modal kepada pelaku UKM serta memberikan pelatihan keterampilan.kreativitas dan inovasi adalah keharusan karena barang hasil produksi dapat bersaing di pasar karena barang tersebut berbeda. Namun yang tidak kalah pentingnya juga adalah bagaimana agar usaha tersebut tetap dapat eksis berdiri meskipun mengalami keterpurukan.
            Meskipun tujuan dari ekonomi kerakyatan baik tetapi sekarang kita mesti melihat keadaan masyarakat. Di Indonesia masalah utama yang dihadapi adalah kreatifitas dan modal. Keduanya merupakan penghambat bagi seseorang untuk merintis uasaha. Selai itu tingkat konsutif yang tinggi oleh masyarakat namun tak dibarengi oleh tingginya produktivitas barang dan jasa.
            Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan disemua sektor ekonomi, era globalisasi dan pasar bebas disatu sisi memberikan banyak kesempatan namun juga memberikan banyak tantangan jika tidak dapat menghadapi dengan baik yang akan berubah menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang muncul tentu akan bebeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda.
            Globalisasi juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilitas modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak ekonomi suatu wilayah akibat pengaruh langsung dari keidakstabilan ekonomi di wilayah tersebut.


Friday, September 04, 2015

fenomena pemilih pemula pada PILPRES dan PILKADA



BAB I
PENDAHULUAN
1.       Latar Belakang

Fenomena pemilih pemula selalu menarik untuk didiskusikan pada setiap momen pemilihan umum baik nasional maupun di daerah. Jumlah mereka yang sangat besar bagaikan gula yang mengundang partai politik dan politisi untuk mendulang suara perolehan suara mereka.  Pemilih pemula (first time voter) adalah mereka yang berusia tujuh belas tahun pada hari pencoblosan atau yang sudah menikah dan tercatat dalam daftar pemilih tetap. Pemilih pemula dalam setiap even pemilu nasional ataupun pemilukada selalu didominasi kalangan pelajar/siswa dan jumlah mereka relatif besar. Jumlah mereka yang besar membuat mereka sering menjadi rebutan partai politik maupun para politisi untuk mendongkrak perolehan suara.
            Potensi pemilih pemula dalam setiap momen pemilu sangatlah besar. Diperkirakan dalam setiap pemilu jumlah pemilih pemula sekitar dua puluh sampai tiga puluh persen dari keseluruhan jumlah pemilih dalam pemilu. Pada Pemilu 2004, jumlah pemilih pemula sekitar dua puluh juta dari seratus empat puluh tujuh juta pemilih. Pada Pemilu 2009 sekitar tiga puluh enam juta pemilih dari seratus tujuh puluh satu juta pemilih. Data BPS 2010: Penduduk usia lima belas sampai sembilan belas tahun: dua puluh juta delapan ratus tujuh puluh satu ribu delapan puluh enam orang, usia dua puluh sampai dua puluh empat tahun: sembilan belas juta delapan ratus tujuh puluh delapan ribu empat ratus tujuh belas orang (www.kpugo.id). Dengan demikian, jumlah pemilih muda sebanyak empat puluh juta tujuh ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus tiga orang. Dalam pemilu, jumlah itu sangat besar dan bisa menentukan kemenangan partai politik atau kandidat tertentu yang berkompetisi dalam pemilihan umum.
            Para pemilih pemula biasanya antusias untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) karena untuk pertama kali menggunakan hak pilih mereka. Jiwa muda dan coba-coba masih mewarnai alur berpikir para pemilih pemula. Sebagian besar dari mereka hanyamelihat momen pemilu sebagai ajang partisipasi dengan memberikan hak suara mereka kepada partai dan tokoh yang mereka senangi. Antusiasme mereka untuk datang ke TPS tidak bisa langsung diterjemahkan bahwa kesadaran politik mereka sudah tinggi. Kebanyakan pemilih pemula baru sebatas partisipasi parokial semata. Ini artinya partisipasi mereka belum mampu berkontribusi dalam menjaga dan menyehatkan proses demokrasi. Mereka masih membutuhkan pendewasaan politik sehingga mampu berpartisipasi aktif dan dapat berkontribusi positif dalam upaya menjaga dan menyukseskan demokratisasi.
            Emosi pemilih pemula yang labil seringkali membuat mereka memilih hanya berdasarkan hubungan emosional. Misalnya, karena orang tua mereka memilih partai A atau calon A maka mereka akan cendrung mengikuti pilihan orang tua mereka. Selain pengaruh orang tua pilihan pemilih pemula juga dapat diintervensi oleh teman, keluarga, maupun iklan politik. Pemilih pemula sering kali lebih cendrung memilih partai-partai besar dan mapan. Ini karena mereka sudah familiar dengan partai tersebut dan enggan mengenal partai yang lain. Mereka juga cendrung memilih figur-figur yang familiar dengan mereka. Misalkan para tokoh yang sering menjadi bahan perbincangan di lingkungan mereka baik di sekolah maupun di masyarakat termasuk figur-figur yang yang sering muncul di televisi. Jika kita tarik benang merah dari setidaknya ada kecendrungan partisipasi pemilih pemula menuju partisipasi mobilisi. Jumlah mereka yang besar dan emosi yang belum stabil membuat mereka rawan menjadi rebutan partai politik dan figur-figur yang bertarung dalam pemilu maupun pemilukada. Mereka kemudian hanya menjadi lumbung suara tanpa mendapatkan edukasi dan penyadaran politik dari parpol.
Potensi besar ini harus bisa dioptimalkan agar partisipasi mereka tak hanya sebatas partisipasi parokial tanpa kontribusi untuk proses demokratisasi. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik untuk melaksanakan edukasi politik bagi para pemilih pemula. Partai politik seharusnya tidak hanya berpikir bagaimana mendulang perolehan suara, lebih dari itu parpol harus memikirkan pula bagaimana menumbuhkan kesadaran politik bagi anak muda yang nanti suatu saat juga akan menjadi kader-kader mereka.
            Semakin dekat pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden, semakin tinggi pula tensi perpolitikan di negeri ini. Bersamaan dengan itu, kampanye hitam (black campaign) marak. Upaya menjatuhkan dengan cara-cara kotor merebak, bahkan isu-isu SARA yang seharusnya dipendam dalam-dalam justru dibangkitkan. Kampanye politik adalah sebuah upaya yang terorganisir bertujuan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih. Kita semua tentu sepakat bahwa niat baik harus dijalankan dengan cara yang baik. Kita semua tentu sepakat bahwa kampanye hitam adalah kampanye buruk, bahkan bisa merusak budaya dan identitas bangsa. Kita patut “mengutuk” kampanye hitam yang justru akan menimbulkan dampak negatif bagi kemajuan bangsa Indonesia. Kampanye hitam hanya akan berujung pada perpecahan. Oleh sebab itu, harus dibungkam dan dienyahkan dari perpolitikan nasional. Masih banyak cara untuk mendapatkan simpati dari rakyat pemilih selain kampanye hitam.
 Terlepas dari mana asal-usul siapa, dari pihak mana praktik kampanye hitam gencar dilakukan, setidaknya terdapat dua alasan mengapa hal itu marak dilakukan oleh pihak yang memiliki kepentingan. Pertama, melemahkan lawan politik. Dalam dunia perpolitikan tidak ada teman atau lawan sejati. Artinya, lawan bisa jadi akan menjadi kawan dan kawan justru banyak berpotensi menjadi lawan. Semua itu terjadi karena satu, yakni kepentingan. Tujuan utama melakukan kampanye hitam maupun kampanye negatif adalah untuk menimbulkan keraguan, kebencian, maupun ketakutan agar dukungan kepada target yang disasar melemah. Kedua, merebut suara. Sekitar empat puluh persen masyarakat pemilih saat ini masih ‘mengambang’. Dengan kata lain, masih banyak pemilih yang belum memiliki kepastian terhadap salah satu calon presiden saat ini. Di samping itu, pemilih pemula juga masih banyak. Kedua kelompok tersebut umumnya adalah kalangan menengah ke bawah. Jumlah kelompok tersebut sangat fantastis.
 Dengan demikian, kelompok tersebut menjadi fokus oleh para simpatisan maupun tim sukses pasangan calon gebenur dan wakil gebenur. Bisa dikatakan untuk memperoleh dukungan suara, cara yang efektif adalah mempengaruhinya. Dari sinilah kampanye hitam akan digelontarkan guna mempengaruhi atau mencuci otak (brain washing) dengan menjelek-jelekan lawan politik. Jadi, sasaran kampanye hitam adalah kelompok yang tidak begitu melek politik pemilih pemula yang belum begitu mengetahui konstelasi perpolitikan nasional dan kelompok yang masih dilema. Hal ini berbeda dengan pemilih rasional yang umumnya didominasi oleh orang perkotaan. Kelompok ini sulit untuk dipengaruhi. Sebab, ia sedikit banyak telah mengetahui betul konstelasi dan track-record calon-calon yang sudah ada.
Kini media-media sosial sudah banyak dan Indonesia sudah tidak buta lagi dalam penggunaan media ini. Namun, menyebarnya informasi-informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan ini membuat kita harus berhati-hati lagi dalam menyaring informasi. Kasus black campaign yang ada dalam pemilu menjadi sorotan utama penulis dalam penelitian ini. Bagaimana para pemilih pemula yang baru merasakan pengalaman akan menyumbangkan suaranya dalam pesta rakyat ini menyaring informasi yang ada untuk dijadikan referensi kedepannya untuk memilih pemimpinnya. Tentu sangat miris bila melihat generasi tersebut tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam dunia politik dan memilih pemimpinnya hanya berdasar dari kepopulerannya melalui media sosial tanpa mengetahui sepak terjangnya selama ini.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.      Konsep Pemilih Pemula
            Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih dalam setiap pemilihan umum didaftarkan melalui pendataan yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh penyelenggara pemilihan umum. Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan
preferensi.
            Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah:
1.      WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
2.      Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya
3.      Terdaftar sebagai pemilih.
4.      Bukan anggota TNI/Polri (Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI / Kepolisian).
5.      Tidak sedang dicabut hak pilihnya
6.      Terdaftar di DPT.
7.      Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurangkurangnya 6 (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.

Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh pemilih adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula sangatlah besar, sehingga hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya janganlah sampai tidak berarti akibat dari kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan, misalnya jangan sampai sudah memiliki hak pilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar atau juga masih banyak kesalahan dalam menggunakan hak pilihnya, dll.
            Siapapun itu yang bisa merebut perhatian kalangan akan dapat merasakan keuntungannya. Lahirnya dukungan dari kelompok ini secara tidak langsung membawa dampak pencitraan yang sangat berarti. Setidaknya untuk pengamanan proses regenerasi kader politik kedepan, meskipun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ketiadaan dukungan dari kalangan ini akan terasa cukup merugikan bagi target-target suara pemilu yang telah ditetapkan tiap-tiap parpol.
Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkalimemunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Disebut unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme. Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara keputusan pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing vooters yang sesungguhnya. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal. Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orangtua hingga kerabat dan teman. Selain itu, media massa juga lkut berpengaruh terhadap pilihan pemilih pemula. Hal ini dapat berupa berita di televisi, spanduk, brosur, poster, dan lain-lain.
Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan.

B.     Konsep Golput
1. Pengertian Golput
Golput (golongan putih) adalah sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam suatu pemilihan. Untuk itu, ada sekelompok orang yang sudah sejak awal tidak mau didaftarkan dirinya sebagai pemilih sehingga tahapan pemilu ini tidak diikutinya. Namun demikian, ada juga sekelompok orang yang sudah terdaftar sebagai pemilih namun mereka tidak menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara.
2.      Penyebab golput
            Golput dilatarbelakangi oleh berbagai alasan, antara lain:
A.     Adanya kejenuhan politik dengan banyaknya pemilihan umum, mulai dari pemilu legislatif, pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah gubernur dan wakil gubernur, pemilihan bupati dan wakil bupati, dan pemilihan kepala desa menimbulkan kejenuhan politik. Masyarakat merasa pemilihan tersebut membosankan.
B.     Tidak adanya harapan yang pasti dan kongkrit dari pemilu tersebut. Pemilu tidak membawa perubahan apa-apa bagi kehidupan mereka, baik perubahan ekonomi maupun perubahan sosial budaya untuk kesejahteraan mereka.
C.     Hilangnya trust (kepercayaan) masyarakat kepada politisi, janji-janji politik yang dilakukan oleh politisi ternyata tidak terbukti, membuat masyarakat enggan untuk ikut terlibat lagi dalam pemilu, apalagi politisi yang telah mengumbar janji mencalonkan lagi di daerah tersebut.
D.     Kebutaan politik yaitu kurangnya pengetahuan pemilih terhadap sistem pemilu dan perubahan-perubahan yang terkait dengan pemilu tersebut sehingga menyebabkan mereka tidak dapat menggunakan hak pilihnya secara benar, bahkan menyebabkan mereka enggan untuk datang menggunakan hak pilih mereka.
E.      Sistem politik yang ruwet. Dengan tidak sederhananya sistem politik menyebabkan masyarakat pemilih enggan untuk menggunakan hak pilihnya. Sistem pemilu yang berbelit-belit dengan partai yang banyak, dengan aturan yang berubah-ubah menyebabkan masyarakat pemilih sulit untuk mengerti.
F.      Hilangnya kepercayaan terhadap panitia penyelenggara pemilihan umum seperti KPU dan PANWAS. Tidak profesional dan kurangnya keadilan Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara dalam melakukan prosesproses tahapan pemilihan umum menyebabkan masyarakat tidak memiliki keyakinan dan antipati kepada lembaga tersebut.
G.     Adanya indikasi keterlibatan dan keberpihakan pemerintah, PNS, POLRI, dan TNI dalam proses pemilu. Penggunaan fasilitas negara oleh politisi yang sedang menduduki jabatan menyebabkan kecemburuan sosial bagi masyarakat yang memiliki dukungan yang berbeda dengan pihak penguasa saat itu. Begitu juga dengan PNS, POLRI, dan TNI yang berpihak kepada pejabat penguasa juga akan menimbulkan antipati bagi masyarakat yang berbeda dukungan dengan pemerintah. Untuk itu, sulit bagi masyarakat untuk datang ke TPS karena dikhawatirkan suara dan pilihan mereka menjadi sia-sia.


Fenomena golput menurut Eep Saefulloh Fatah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: pertama, faktor teknis, seperti adanya keluarga wafat, ketiduran, sakit, sedang berlibur, dalam perjalanan, dan lain-lain. Pelaku golput lebih mementingkan keperluan-keperluan pribadinya daripada pergi ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Kedua, faktor teknis politis, seperti tidak mendapat undangan. Hal ini terjadi karena masyarakat yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai pemilih, atau tidak masuh dalam daftar pemilih tetap. Ketiga, faktor politis, yaitu mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat atau partai yang tersedia, mereka tidak percaya pemilu dan pilihan mereka akan membawa perubahan terhadap kehidupan mereka. Keempat, faktor ideologis, masyarakat tidak percaya pada mekanisme demokrasi yang dianggap liberal, untuk itu mereka tidak mau terlibat di dalamnya.

Penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan bahwa ada tiga model golput, diantaranya:
A.     Golput ideologis, yaitu terjadinya perbedaan pandangan dalam meletakkan konsep-konsep kenegaraan. Perbedaan dalam membangun visi, misi, dan program dalam penyelenggaraan negara.
B.     Golput politis, yaitu sebagai aksi protes terhadap jalannya pemerintahan, aksi protes terhadap penyelenggara pemilu, aksi protes terhadap peserta pemilu, dan sebagai aksi protes terhadap keterlibatan pemerintah, PNS, TNI, dan POLRI terhadap salah satu peserta pemilu.
C.     Golput Pragmatis, terjadi lebih disebabkan oleh faktor teknis, seperti gagal menjadi peserta pemilu, tidak mendapatkan undangan memilih, disibukkan mencari nafkah pada hari pemungutan suara, tidak datang ke TPS karena cuaca, hujan, jalan rusak, dan lain-lain.

3.      Tafsir golput.
Di setiap pemilu, fenomena golput merupakan fenomena universal. Fenomena itu ada di semua negara yang mempraktekkan sistem demokrasi, baik di negara maju maupun berkembang dan terbelakang. Hanya saja, fenomena golput ini memiliki makna politik yang tidak sama. Secarakategoris, fenomena golput dapat ditafsir dengan beberapa cara, yaitu :
A.     Golput adalah fenomena teologis. Fenomena ini terkaitdengan tafsir dengan keagamaan yang memandang keikutsertaan dalam pemilu dan mengakui demokrasi sebagai suatu hal yang dilarang agama. Dalam perspektif ini, keterlibatan dalam pemilu adalah sebuah dosa.
B.     Golput adalah fenomena protes. Fenomena ini terutama di negara-negara yang demokrasinya baru mekar. Fenomena golput adalah ekspresi protes warga negara terhadap politisi dan partai politik yang dianggap tidak kunjung memberikan manfaat kepada mereka. Ekspresi golput dalam pemilu 2004 dan pilkada-pilkada yang digelar di Indonesia masuk dalam kategori ini.
C.     Fenomena golput adalah bentuk perlawanan terhadap bangunan sistem politik yang mengekang hak-hak politik warga negara. Fenomena ini terutama terjadi di negara-negara dengan sistem politik otoriter. Pada tafsir ini, golput adalah gerakan yang dipromosikan untuk menghancurkan atau melawan otoritarianisme penguasa atau sistem politik. Di Indonesia, gerakan golput yang dideklarasikan pada tahun 1970-an masukdalam kategori ini.
D.     Golput sebagai bentuk kepercayaan terhadap sistem politik yang sedang bekerja. Fenomena ini muncul terutama di negara yang demokrasinya sudah mapan dan kesejahteraan masyarakatnya telah terjamin. Masuk dalam kategori ini adalah fenomena golput di Amerika Serikat. Pada negara ini, golput akan semakin tinggi apabila politikus, partai, dan pemerintah berada dalam jalur yang sesuai dengan keinginan rakyat. Sebaliknya, golput akan turun, dengan kata lain partisipasi pemilih meningkat, ketika para politikus, partai, dan pemerintah berada di jalur yang menurut mereka salah. Apabila negara dalam bahaya ke jalur yang salah oleh elitnya, pemilih akan berduyun-duyun menggunakan hak pilihnya dengan menghukum partai yang mengakibatkan negara keluar dari jalur semestinya.
E.      Golput adalah fenomena mal-administrasi. Dalam tafsir ini, golput lahir karena kekacauan administrasi pemilu. Pemilih sebenarnya berencana menggunakan hak pilihnya tetapi karena alasan administratif mereka tidak menggunakannya. Survey LSI (Agustus 2007) menunjukkan bahwa banyak pemilih yang tidak tahu namanya terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), tidak mendapat kartu pemilih, tidak mendapatkan kartu undangan, dan alamat yang tercantum dalam DPT tidak sesuai dengan alamat pemilih sebenarnya, adalah sebagai penyebab terjadinya golput. Dalam konteks itu, penyelenggara pemilu adalah pihak yang paling bertanggung jawab terjadinya golput.
F.      Golput adalah fenomena teknis individual. Beberapa hal yang masuk dalam aktivitas teknis individual ini misalnya sedang berlibur, berkunjung ke famili jauh, dalam perjalanan, harus bekerja, ketiduran, dan sebagainya. Individu pelaku golput lebih mementingkan keperluankeperluan pribadi daripada pergi untuk menggunakan hak pilihnya.
G.     Golput adalah ekspresi kejenuhan masyarakat untuk mengikuti pemilu. Pemilih jenuh karena begitu banyaknya kejadian pemilu yang harus diikuti. Seorang pemilih, dalam suatu masa tertentu akan mengikuti beberapa pemilu dalam rentang waktu yang tidak berjeda lama. Ada pemilu RT, RW, Kepala Dusun, Kepala Desa, Bupati/Walikota, Gubernur, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR, DPD, dan Pilpres. Kejenuhan itu kemudian diekspresikan dengan menjadi golput.

C.     Konsep Partisipasi Politik

 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi adalah bahwa setiap orang mengetahui diri dan dunianya secara lebih baik daripada orang lain termasuk para ahli elite politik yang membuat keputusan.
Milbrath. Dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori. Pertama, apatis, artinya orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. Kedua, spektator, artinya orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. Ketiga, gladiator, artinya mereka yang secara aktif ikut terlibat dalam proses politik, yaitu komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, dan aktifis masyarakat.
Partisipasi politik menurut Rosseau terdiri atas dua jenis. Pertama, para pengamat yang memperhatikan politik tidak hanya selama pemilihan umum, melainkan diantara pemilihan umum yang satu dengan pemilihan umum yang lain. Kedua, partisipasi aktif adalah khalayak yang bukan saja mengamati, tetapi giat melakukan komunikasi dengan para pemimpin politik atau politikus, baik di pemerintahan maupun di parlemen atau di luar parlemen.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang. Pertama, kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Kedua, menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik dia hidup. Yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah adalah penilaian seseorang terhadap pemerintah.
Selain itu faktor yang berdiri sendiri (bukan variabel independen). Artinya tinggi rendah kedua faktor itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi. Yang dimaksud stastus sosial adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Yang dimaksud status ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Hal ini diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda berharga. Seseorang memiliki ststus sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah.